Ketua DPR: Joki Karantina Bahayakan Keselamatan Masyarakat, Perketat Pengawasan
Ketua DPR RI Puan Maharani prihatin dengan fenomena joki karantina yang marak terjadi belakangan ini.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani prihatin dengan fenomena joki karantina yang marak terjadi belakangan ini.
Dia meminta pengawasan diperketat agar aksi-aksi joki karantina tidak kembali terjadi.
“Aktivitas joki karantina sangat membahayakan keselamatan masyarakat. Pengawasan proses karantina bagi pelaku perjalanan internasional yang baru tiba di Tanah Air harus semakin diperketat,” kata Puan, dalam keterangannya, Jumat (7/1/2022).
Joki karantina sendiri adalah pihak-pihak yang membantu pelaku perjalanan internasional untuk lolos tidak menjalani karantina sesuai ketentuan dalam masa pandemi Covid-19.
Kasus yang baru saja terjadi adalah terungkapnya joki karantina yang membantu sejumlah Warga Negara (WN) India lepas dari kewajiban menjalani karantina. Fenomena lain dari joki karantina ini adalah adanya pihak yang menggantikan peserta karantina.
Puan menegaskan, kecurangan terhadap proses karantina dapat menyebabkan kasus Covid-19 tidak terdeteksi.
Baca juga: Tiga Emak-Emak Jadi Komplotan Joki Vaksin di Semarang, Bayaran Rp 500 Ribu
“Padahal karantina ini dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona. Jika ada pelaku perjalanan yang positif Covid-19 dan tidak melakukan karantina, tentunya mereka akan menyebarkan virus tanpa terkendali. Ini yang akan membahayakan masyarakat,” ujarnya.
Puan memberikan apresiasi kepada Kementerian Kesehatan, BIN, dan Polri yang bekerja sama untuk menghentikan aksi-aksi joki karantina.
Polri sendiri telah menerjunkan 618 personel untuk berjaga di 206 lokasi karantina agar dapat mengawasi proses karantina yang dilakukan para pelaku perjalanan luar negeri yang tiba di Indonesia.
Baca juga: Dinkes Kota Yogyakarta Buka Suara Terkait Joki Vaksin Covid-19
“Semua petugas yang memiliki kewenangan terhadap program karantina ini harus bisa mewaspadai fenomena joki dan berbagai kecurangan lainnya, termasuk dari pihak bandara,” ucapnya.
“Dan kami berharap Polri dapat menindak tegas pelaku joki karantina, termasuk mengamankan kembali peserta karantina yang kabur dan memprosesnya sesuai ketentuan,” lanjutnya.
Seluruh petugas juga diingatkan agar tidak main-main dengan proses karantina karena akan ada hukuman tegas bagi siapa saja yang membantu meloloskan peserta karantina.
Puan menyatakan, kesadaran semua pihak sangat penting untuk mengatasi Pandemi Covid-19 apalagi saat ini kasus Omicron sudah banyak ditemukan.
“Jangan sampai kasus Covid-19 di Indonesia melonjak lagi akibat kepentingan-kepentingan pribadi yang tidak bertanggung jawab sehingga membawa dampak bagi banyak orang,” katanya.
Baca juga: Terbongkarnya Joki Vaksin di Semarang dengan Bayaran Rp 500 Ribu, 3 Ibu Rumah Tangga Bersekongkol
Puan memahami pandemi Covid-19 membuat kondisi perekonomian memburuk. Namun perilaku mencari celah untuk mengejar materi pada proses karantina tidak bisa dibenarkan.
“Kejarlah rezeki dengan cara-cara yang baik, tanpa harus mengorbankan keselamatan orang lain. Ingat keluarga yang ada di rumah, karena mereka juga bisa menjadi korbannya,” ujar Puan.
Mantan Menko PMK tersebut pun menyoroti adanya berbagai pelanggaran lain yang dilakukan dalam proses karantina.
Puan mengajak seluruh orang yang menjalani karantina betul-betul menerapkan kewajibannya sesuai aturan.
“Banyak juga ditemukan peserta karantina yang melakukan interaksi dengan orang lain saat masih menjalani karantina seperti dengan driver ojek online, penjual makanan, bahkan keluarga dan teman-temannya. Ini tidak boleh dilakukan karena juga sangat bahaya dan merugikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Puan mengimbau kepada pelaku perjalanan internasional yang baru datang ke Indonesia untuk tidak mencoba bernegoisasi dengan petugas supaya bisa melakukan karantina mandiri di rumah.
Baca juga: Berdalih Punya Komorbid, Seorang Warga Semarang Gunakan Jasa Joki Vaksin Covid-19
“Maka ketegasan petugas menjadi kunci. Jangan sampai abai dengan aturan, dan jalankan tugas-tugas sesuai ketentuan yang berlaku. Ini untuk kebaikan kita bersama,” pungkasnya.
Aksi 3 emak-emak jadi joki vaksin
Aksi perjokian vaksin terjadi di Kota Semarang.Tepatnya di Puskesmas Manyaran, Kembangarum, Semarang Barat, Senin (3/1) sekira pukul 10.30 WIB.
Awalnya, seorang joki perempuan berinisial DS (41) mendatangi puskesmas tersebut berbekal KTP milik orang lain.
Namun, berkat kejelian petugas medis, aksi itu berhasil digagalkan.
"Iya, ada seorang perempuan hendak vaksin tapi ketika petugas puksesmas melakukan screening ditemukan perbedaan identitas dan fisik," terang Kapolrestabes Semarang ,Kombes Irwan Anwar saat konferensi pers di Kantor Polrestabes Semarang, Rabu (5/1).
Petugas yang curiga dengan hal itu, lantas melaporkan kejadian itu ke Polsek Semarang Barat.
Polisi yang mendatangi tempat kejadian lalu melakukan penyelidikan.
Hasilnya, Perempuan berinisial DS (41) warga Kuningan, Semarang Utara, mengakui memang menjadi joki.
Ia disewa oleh seorang perempuan berinisial CL (37), warga Griya Beringin Asri, Wonosari, Ngaliyan.
"Petugas lalu mengamankan CL dan DS. Perkembangan selanjutnya, kami juga ikut mengamankan IO(47) sebagai perantara," papar Irwan.
Kepada Polisi, Diah menyatakan dirinya mendapat tawaran jadi Joki dari rekannya yang bernama IO, warga Griya Bringin Asri, Ngaliyan.
Polisi pun kemudian bergerak mengamankan CL selaku pemilik KTP yang dibawa Diah.
Aparat kemudian mendapati bahwa ide joki itu muncul dari CL yang kemudian meminta tolong kepada IO untuk mencarikan orang menjadi joki dengan imbalan Rp 500 ribu.
Oleh IO, tawaran ini diberikan kepada DS yang kemudian menyanggupinya.
"DS ini adalah jokinya. IO adalah perantara dan CL adalah otak pelakunya yang juga pemilik KTP. Ketiganya punya peran sendiri", kata Irwan.
Saat diperiksa Polisi, CL mengaku terpaksa mencari joki karena beberapa hal, di antaranya adalah dia merasa imun karena merupakan penyintas Covid-19. Sedangkan ketakutannya vaksin adalah karena dia punya komorbid.
"Saya sudah pernah kena Covid dan punya komorbid sehingga saya yakin imun saya bagus dan kebal. Sayangnya, saya harus ke luar kota mendadak dan harus punya registrasi Peduli Lindungi, mau tidak mau saya harus punya keterangan sudah vaksin. Ya sudah saya cari joki", ujar CL.
Sedangkan DS mengaku terpaksa menerima tawaran jadi joki vaksin karena alasan ekonomi yakni tergiur imbalan 500 ribu rupiah.
"Baru sekali ini pak. Saya terima karena ada iming-iming 500 ribu, bisa menyambung hidup bersama anak saya", kata Diah.
Pihak Polrestabes Semarang yang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan akhirnya sepakat tidak melanjutkan kasus percobaan joki vaksin karena pertimbangan kemanusiaan dan vaksin tidak jadi atau batal disuntikkan.
Ketiga emak-emak itu pun akhirnya diminta pulang ke rumah masing-masing dengan sebelumnya meminta maaf kepada pihak-pihak terkait.
Sebelumnya, para pelaku hendak dijerat dengan Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang penanggulangan wabah penyakit menular.