Setelah Virus Corona, Varian Delta, Omicron, Kini Ada Lagi Varian Baru Corona yang Namanya Deltacron
Seorang peneliti di Siprus mengklaim telah menemukan varian virus corona baru yang menggabungkan karakteristik virus varian delta dan virus omicron.
Editor: Muhammad Barir
Kostrikis mengatakan sampel yang dia analisis diproses dalam beberapa prosedur pengurutan genetik di beberapa negara.
Deltacron 'hampir pasti bukan' kombinasi sejati dari dua varian.
Apa yang disebut bentuk virus rekombinan, seperti deltacron, adalah fenomena yang diketahui.
Mereka bisa muncul ketika ada beberapa varian virus yang beredar secara bersamaan, yang saat ini terjadi dengan SARS-CoV-2.
Tetapi para ahli telah menunjukkan bahwa mutasi mirip-omikron yang ditemukan dalam genom delta semuanya terletak pada satu bagian dari urutan genetik - bagian yang diketahui dipengaruhi oleh kesulitan dalam prosedur pengurutan tertentu.
Dikutip dari Intisari, Bulan lalu, pemimpin Moderna memperingatkan tentang mutan hibrida yang dia khawatirkan akan lebih buruk daripada yang saat ini melanda seluruh dunia.
Dr Paul Burton, Pemimpin perusahaan medis pembuat vaksin itu, memperingatkan tingginya jumlah Delta dan Omicron membuat kombinasi itu mungkin terjadi.
Dia mengatakan kepada anggota parlemen di Komite Sains dan Teknologi, bahwa 'pasti' mungkin virus dapat bertukar gen dan memicu varian yang lebih berbahaya.
Melansir Kompas.com, Senin (10/1/2022), para ilmuwan di Siprus telah mengidentifikasi 25 pasien terinfeksi varian “Deltacron”, varian Covid yang menggabungkan varian Delta dan Omicron.
Leonidos Kostrikis, profesor ilmu biologi di Universitas Siprus, mengatakan varian “Deltacron” memiliki struktur genetik yang mirip varian Omicron dengan genom Delta.
Timnya telah mengidentifikasi 25 kasus varian hibrida sejauh ini dan masih terlalu dini untuk menilai dampaknya, menurut laporan Bloomberg.
Dari yang teridentifikasi, 11 di antaranya adalah pasien yang sudah dirawat di rumah sakit dengan Covid-19, dan 14 di antaranya adalah masyarakat umum.
“Kita akan melihat selanjutnya jika jenis ini lebih patologis atau lebih menular atau jika itu mulai dominan,” ujar Kostrikis melansir Daily Mail pada Minggu (9/1/2022).
Para ilmuwan telah mengirimkan temuan mereka ke GISAID, database internasional yang melacak virus.