Pakar Epidemiologi Ungkap Varian Omicron Timbulkan Banyak Korban Dari Kelompok Anak
Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman Indonesia terus mengingatkan jika varian Omicron dapat berdampak serius terhadap anak-anak.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman Indonesia terus mengingatkan jika varian Omicron dapat berdampak serius terhadap anak-anak.
Selain berdampak Long Covid-19, berdasarkan temuan anak yang terinfeksi Omicron bisa menimbulkan pembekuan darah.
Menurut Dicky hal tersebut membuktikan jika Covid-19 dapat menjadi penyakit sistemik.
Bukan hanya menyerang saluran pernapasan saja.
Tapi juga menyerang otak sampai ujung kaki, terutama pada anak.
Ia pun mencontohkan negara Afrika Selatan yang menjadi awal mula kemunculan varian Omicron.
Selama 22 bulan pandemi berlangsung, ada 780 kematian anak.
Baca juga: Pasien yang Terkonfirmasi Covid-19 Varian Omicron Bisa Lakukan Isolasi Mandiri, Ini Syaratnya
Bila dirata-ratakan sama dengan 35 kematian anak per bulan.
Saat ini, kematian pada anak per hari kemarin adalah 122 anak.
Jika dirata-ratakan, maka ada sekitar 61 kasus kematian anak per bulan karena Omicron.
"Padahal Januari saja belum selesai. Ini saja hampir dua kali lipat dari kematian selama 22 bulan pandemi di Afrika Selatan. Ini harus membuka mata kita, apa yang terjadi di Afrika bisa terjadi di Indonesia," ungkap Dicky kepada Tribunnews.com, Jumat (21/1/2022).
Bahkan bisa saja berdampak lebih buruk lagi.
Baca juga: Kasus Omicron Meningkat, Menkes Imbau Masyarakat Tak Panik dan Tetap Waspada
Situasi ini lah yang harus dicegah.
Di sisi lain, data di Amerika menyebutkan jika kasus Covid-19 pada anak yang masuk ICU, 23 persennya akibat Omicron.
Lalu sebesar 7 persen kasus positif Covid-19 anak berada di ventilator.
Serta sekitar 2 persen berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan.
"Terakhir bicara Australia, selama pandemi sebelum Omicron, angka kematian anak tidak ada. Setelah Omicron, ada. Artinya hal yang terjadi di negara lain, terjadi juga di Australia yang memiliki peraturan sangat baik dan ketat," kata Dicky.
Karenanya Dicky kembali menyebutkan jika dirinya tidak mendukung pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen untuk saat ini.
"Sekali lagi saya tidak dalam posisi mendukung PTM 100 persen. Setidaknya sampai akhir Maret, karena akhir prediksi puncak kita. Tidak hanya masalah sekolah, selaras dengan kegiatan lain. Tidak mesti lockdown, PPKM," katanya.