Ketua IDAI Sebut Anak yang Paling Terdampak Signifikan karena Pandemi, Dari Stunting Hingga Kematian
Anak-anak menjadi kelompok yang cukup terdampak secara signifikan karena adanya pandemi Covid-19.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anak-anak menjadi kelompok yang cukup terdampak secara signifikan karena adanya pandemi Covid-19.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso.
Menurut Piprim, berbagai masalah yang dijumpai, oleh anak.
Di antaranya seperti learning loss, kekerasan pada keluarga dan pernikahan dini.
Selain itu cakupan vaksinasi rutin pada anak menurun. Orangtua, kata Piprim takut membawa anak untuk melakukan vaksinasi untuk penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
"Sudah mulai banyak dilaporkan seperti campak, difteri, tetanus, rubella, diberbagai wialyah Indonesia. Ini artinya cakupan vaksinasi turun signifikan," ungkap Piprim dalam webinar Lokapala 3.0 yang diadakan CISDI secara virtual, Kamis (27/1/2022).
Padahal menurut Piprim, penyakit tersebut terbilang sangat membahayakan. Bahkan difteri memiliki fatalitas lebih tinggi dari Covid-19.
Baca juga: Ketua IDAI: Selama Pembelajaran Jarak Jauh, Banyak Anak Alami Obesitas
"Kami menghimbau para orangtua dan pemerintah memerhatikan masalah vaksinasi rutin pada anak supaya tidak timbul masalah lain di samping pandemi yang belum selesai," tegasnya.
Di sisi lain, ada pula masalah stunting yang terus meningkat selama pandemi Covid-19.
Faktor ekonomi yang menurun menjadi penyebab masalah stunting belum teratasi.
Tapi menurut Piprim, terkait stunting ada satu hal yang perlu dicermati yaitu stunting masalah edukasi.
Faktanya, dilihat dari literatur yang ada kadar asam amino esensial yang beredar dalam darah anak ternyata sangat rendah.
"Artinya asupan protein hewani sangat rendah pada anak stunting. Pola makan kita belum betul. Anak anak diberi hanya karbohidrat, sayur, mie, kuah bakso. Butuh edukasi gerakan seperti makan ikan tiap hari, telur tiap hari," papar Piprim.
Baca juga: Berpotensi Jadi Penular Aktif Covid-19, IDAI Tak Rekomendasikan Anak Belum Vaksin Lakukan PTM
Belum lagi kasus kematian balita dan bayi. Ia pun menyebutkan banyak menemukan kasus anak yang dirujuk sudah dalam kasus berat. Sehingga 7-8 jam dirujuk, anak telah meninggal.
Karenanya menurut Piprim, perlu pemanfaatan digital untuk mengantisipasi tingkat kematian anak. Mengembangkan konsultasi jarak jauh atau telemedicine. Sehingga orangtua dapat berkonsultasi terkait kesehatan secara mudah.
"Dengan networking bagus, telemedicine bagus maka dengan rujukan, pengalaman kegawatan di derah hulu, bisa kita kendalikan dengan baik," pungkasnya.