Ilmuwan Afsel Akan Pelajari Kaitan antara Varian Covid-19 dengan HIV yang Tidak Diobati
Virus itu tetap berada dalam sistem tubuh mereka dan mengakumulasi mutasi, beberapa diantaranya mungkin dapat memberikan keuntungan.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, CAPE TOWN - Ilmuwan terkemuka Afrika Selatan (Afsel) akan menyelidiki virus corona (Covid-19) dan HIV secara bersamaan, di tengah semakin banyaknya bukti yang menunjukkan bahwa 'tabrakan' antara kedua pandemi tersebut dapat menghasilkan varian baru Covid-19.
Tim di Jaringan untuk Pengawasan Genomik di Afrika Selatan (NGS-SA), yang kali pertama memperingatkan dunia tentang varian Omicron, mengatakan sudah waktunya untuk melakukan penyelidikan 'sistematis' tentang apa yang terjadi saat pasien dengan HIV yang tidak diobati juga terinfeksi Covid-19.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (1/2/2022), sejumlah penelitian, termasuk yang diterbitkan oleh tim ini pada pekan lalu, telah menemukan bahwa orang dengan sistem kekebalan yang lemah seperti pasien dengan HIV yang tidak diobati, dapat menderita infeksi Covid-19 terus-menerus, seringkali iti teejadi selama berbulan-bulan.
Baca juga: Berikut Cara Mendapatkan Sertifikat Vaksin Covid-19 Internasional Berstandar WHO
Virus itu tetap berada dalam sistem tubuh mereka dan mengakumulasi mutasi, beberapa diantaranya mungkin dapat memberikan keuntungan.
Penulis Utama makalah baru-baru ini dan seorang Peneliti di Universitas Stellenbosch, Tongai Maponga mengatakan ia dan rekan-rekannya di NGS-SA sedang mendiskusikan studi yang lebih mendalam untuk mendukung hipotesis tersebut.
"Beberapa kasus yang sejauh ini telah dilihat dan dijelaskan, terjadi hanya karena pengawasan acak. Namun saya pikir kami akan segera melakukan sesuatu yang lebih sistematis untuk melihat secara khusus pada pasien HIV dengan sistem kekebalan yang parah ini, untuk melihat apa yang terjadi," kata Maponga.
Ia kemudian menyampaikan bahwa pekerjaannya akan fokus pada dua elemen, yakni pada pasien dan bagaimana sistem mereka dalam menangani infeksi Covid-19, serta untuk membuktikan apakah varian baru kemungkinan akan muncul dengan cara ini.
"Jika itu masalahnya, kami perlu meningkatkan permainan kami dengan cara mendiagnosis orang-orang ini, dan memastikan bahwa mereka mendapatkan diagnosis dan perawatan yang cepat," jelas Maponga.
Sementara itu Manajer Advokasi di StopAids, Saoirse Fitzpatrick mengatakan pandemi telah 'sangat' berdampak pada tes HIV secara global.
Namun ia menekankan bahwa penting untuk mengatasi dua tantangan kesehatan masyarakat ini.
"Tanggapan Covid-19 yang mengabaikan tanggapan HIV bukanlah pendekatan kesehatan masyarakat yang memadai," papar Maponga.
Perlu diketahui, Afrika Selatan memiliki epidemi HIV terbesar di dunia, dengan 8,2 juta orang terinfeksi.
Sedangkan hanya sekitar 71 persen orang dewasa dan 45 persen anak-anak yang dirawat terkait penyakit ini.