Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Omicron Bukan Tanda Akhir Pandemi Covid-19, Diprediksi Bakal Ada Varian Baru, Bagaimana Dampaknya? 

Bermutasinya virus menjadi varian baru omicron yang akhir-akhir ini menular lebih cepat bukanlah tanda akhir pandemi.

Penulis: Anita K Wardhani
zoom-in Omicron Bukan Tanda Akhir Pandemi Covid-19, Diprediksi Bakal Ada Varian Baru, Bagaimana Dampaknya? 
Freepik
Ilustrasi pandemi global akibat Covid-19.Omicron Bukan Tanda Akhir Pandemi Covid-19, Diprediksi Bakal Ada Varian Baru, Bagaimana Dampaknya?  

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA  - Pandemi covid-19 diyakini belum akan berakhir.  

Bermutasinya virus menjadi varian baru omicron yang akhir-akhir ini menular lebih cepat bukanlah tanda akhir pandemi.

Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman menyebutkan sejauh ini riset memang mengatakan Omicron memang tidak seperti Delta.

Baca juga: Pasien Covid-19 Omicron Gejala Ringan dan OTG Bisa Isoman di Rumah, 3 Syarat Wajib Dipenuhi

Baca juga: Covid-19 di DKI Lewati Puncak Varian Delta, Kasus Kematian Meningkat, Anies Ungkap Kondisi Faskes

Sejauh ini yang membedakan situasi gelombang Delta tahun lalu dengan Omicron saat ini adalah status vaksinasi Covid-19. 

Vaksinasi Covid-19 membedakan dampak atau output klinis akibat terinfeksi apa pun varian Covid-19.

Ilustrasi Omicron.
Ilustrasi Omicron. (sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Sehingga menurutnya salah besar jika ada yang menyatakan jika varian Omicron melemah. 

Ia pun menegaskan jika Omicron bukan varian terakhir. 

Berita Rekomendasi

"Bahwa contoh begini saya tegaskan, gelombang ini bukan berarti terakhir. Ke depan akan ada. Tapi dampaknya makin kecil, makin ke sana. Nah itu, karena orang yang memiliki imunitas makin banyak," kata Dicky pada Tribunnews, Senin (7/2/2022). 

Baca juga: Ahli Epidemiologi Sebut 2 Kali Vaksin Sinovac Tak Cukup Hadapi Omicron, Perlu Booster Vaksin mRNA

Baca juga: Studi AS Percobaan Booster Khusus Omicron, Hasilkan Grafik Sebanding dengan Vaksin Booster Lain

Pembeda yang khas dari varian delta dan omicron yaitu jika delta dapat membuat dampak serius di paru-paru seperti pneumonia, misalnya. 

Ahli Epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University, Dicky Budiman.
Ahli Epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University, Dicky Budiman. (dok pribadi)

Tapi Dicky pun menekankan jika hal itu bukan saja tidak terjadi, tapi tetap ada. 

"Dari kasus yang ada bahkan tidak bergejala ternyata ada kerusakan di paru-paru. Jadi tidak bisa dianggap semua begitu. Tapi potensi lebih kurang," ungkap Dicky.

Gelombang Baru Perkecil Varian Sebelumnya

Menurut Dicky, setiap adanya gelombang kenaikan kasus Covid-19, akan memperkecil varian sebelumnya. Karena varian of concern (VOC) memilki karakter cepat menular, lebih mudah menginfeksi, otomatis akan lebih dominan.

Ia mengingatkan, misalnya ketika varian Alpha muncul, maka varian sebelumnya akhirnya terkalahkan. 

"Kemudian Alpha terkalahkan oleh Delta yang lebih lagi dalam kemampuan menginfeksi. Lebih cepat, mudah dan menginfeksi. Delta dibandingkan Omicron lebih cepat dalam menginfeksi," ungkapnya pada Tribunnews, Senin (7/2/2022). 

Ilustrasi pasien Covid-19 - Tiga orang dari satu keluarga yang terdiri dari seorang ibu hamil, ayah, serta ibunya maninggal di Surabaya karena positif Covid-19 dan berstatus PDP.
Ilustrasi pasien Covid-19 - (EPA-Efe/STR)

Dari sini kita memiliki pesan penting. Pertama, varian yang muncul tidak dapat terhindarkan. 

Selama membiarkan virus terus menginfeksi bisa bermutasi dan melahirkan varian.

Kedua, varian yang muncul bisa berpotensi lebih mudah menginfeksi. Karakter varian sebelumnya berbeda dengan Omicron yaitu bisa menginfeksi orang yang belum divaksin. Bahkan yang sudah divaksinasi.

Baca juga: Kemkes Terbitkan Sertifikat Vaksin Covid-19 Internasional untuk Perjalanan ke Luar Negeri

Baca juga: Vaksin Merah Putih Karya Anak Bangsa Dapat Izin PPUK dari BPOM

"Omicron jelas bukan varian terakhir. Dan karena masih terlalu banyak penduduk di dunia belum memiliki imunitas, masih banyak negara ini yang belum memitigasi mencegah orang supaya tidak terinfeksi," kata Dicky menambahkan. 

Jadi selama virus ini memiliki peluang, menginfeksi orang maka ia mempunyai peluang untuk bermutasi. Di sisi lain perlu diketahui jika virus tidak melemah. 

"Evolusi tidak melemah virus. Yang membuat terkesan melemah adalah karena imunitas dari manusia. Lanskap imunitas dari negara, daerah makin bagus. Artinya trush hold immunity makin tercapai," papar Dicky lagi.

Kematian Covid-19 Didominasi Pasien yang Belum Vaksinasi Lengkap

Menteri Koordiantor Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan dalam Keterangan Pers Ratas Evaluasi PPKM di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (7/2/2022).
Menteri Koordiantor Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan dalam Keterangan Pers Ratas Evaluasi PPKM di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (7/2/2022). (Tangkap layar kanal YouTube Sekretariat Presiden)

Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa terdapat 365 pasien Covid-19 yang meninggal sejak varian Omicron masuk ke Indonesia. 

Dari jumlah tersebut sebagian besar yang meninggal merupakan pasien yang memiliki komorbid, lansia, dan belum vaksinasi lengkap.

 "42 persen itu memiliki komorbid,  44 persen lansia dan ini yang perlu di ingat 69 persen belum divaksinasi lengkap," katanya dalam konferensi pers virtual yang disiarkan Youtube Sekretariat Presiden, Senin, (7/2/2022).

Oleh karena itu Luhut meminta warga yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid seperti diabetes dan hipertensi untuk hati-hati. 

Petugas menggunakan alat berat saat menguburkan peti jenazah pasien covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta Utara, Jumat (4/2/2022). Kasus covid-19 kembali meningkat hingga menelan korban jiwa, menurut petugas pemakaman pada Jumat (4/2) terdapat 13 jenazah terkonfirmasi covid telah dimakamkan di TPU Rorotan. Tribunnews/Jeprima
Petugas menggunakan alat berat saat menguburkan peti jenazah pasien covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta Utara, Jumat (4/2/2022). Kasus covid-19 kembali meningkat hingga menelan korban jiwa, menurut petugas pemakaman pada Jumat (4/2) terdapat 13 jenazah terkonfirmasi covid telah dimakamkan di TPU Rorotan. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Selain itu ia menghimbau warga yang belum vaksinasi lengkap untuk segera vaksinasi, terutama lansia.

Ia meminta warga tidak mendengarkan masukan-masukan tidak jelas yang dapat membahayakan diri.

"Jadi saya mohon orang-orang yang menganjurkan jangan vaksinasi, anda itu bertanggung jawab di komunitas mu kalau ada orang yang meninggal karena tidak divaksin," katanya.

Mengingat sebagian besar pasien meninggal merupakan kelompok komorbid, lansia, dan belum vaksin, maka kebijakan proteksi pemerintah, kata Luhut,  lebih mengarah kepada tiga kelompok tersebut. 

"Pemerintah akan mengambil kebijakan penetapan lebih terarah untuk kelompok rentan seperti lansia kelompok komorbid, dan yang belum divaksin," pungkasnya.

Kasus Covid-19 Naik, Menkes Pastikan Kondisi Masih Terkendali, Pasien Meninggal dan Masuk RS Rendah

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. (Tribunnews.com/ Rina Ayu)

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebutkan, meski kasus harian Covid-19 naik signifikan, ketersediaan kamar perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit masih terkendali.

"Tidak usah panik kalau melihat jumlah kasus naik tinggi. Karena memang yang masuk rumah sakit dan wafat itu jauh lebih rendah dan bisa terkendali," ungkap Budi dalam konferensi pers virtual, Senin (7/2/2022).

Ia menerangkan, kapasitas total rumah secara nasional adalah 400 ribu, dimana 120 ribu kamar digunakan khusus untuk perawatan pasien Covid-19.

Sementara, kamar yang digunakan saat ini tercatat 18.966 kamar.

Petugas mengangkut tabung oksigen untuk kebutuhan pasien Covid-19 ke dalam ruangan di Hotel Grand Asrilia, Jalan Pelajar Pejuang 45, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (28/6/2021). Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalihfungsikan Hotel Grand Asrilia menjadi Pusat Pemulihan Pasien Covid-19 di kawasan Bandung Raya. Tempat ini diperuntukkan bagi pasien Covid-19 yang sedang menjalani masa penyembuhan dari berbagai rumah sakit di Bandung Raya. Alih fungsi itu dilakukan seiring meningkatnya bed occupancy ratio (BOR) atau tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 di kawasan Bandung Raya. Ketersediaan tempat tidur di Hotel Grand Asrilia untuk merawat pemulihan pasien Covid-19 terdapat lebih dari 500 tempat tidur. Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Petugas mengangkut tabung oksigen untuk kebutuhan pasien Covid-19 ke dalam ruangan di Hotel Grand Asrilia, Jalan Pelajar Pejuang 45, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (28/6/2021). Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalihfungsikan Hotel Grand Asrilia menjadi Pusat Pemulihan Pasien Covid-19 di kawasan Bandung Raya. Tempat ini diperuntukkan bagi pasien Covid-19 yang sedang menjalani masa penyembuhan dari berbagai rumah sakit di Bandung Raya. Alih fungsi itu dilakukan seiring meningkatnya bed occupancy ratio (BOR) atau tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 di kawasan Bandung Raya. Ketersediaan tempat tidur di Hotel Grand Asrilia untuk merawat pemulihan pasien Covid-19 terdapat lebih dari 500 tempat tidur. Tribun Jabar/Gani Kurniawan (Tribun Jabar/Gani Kurniawan)

"Jadi dari 120 ribu kamar, yang terisi per kemarin 18.966 yang sudah konfirm Covid-19, dan itu 15.522 yang lainnya masih probable," tutur Menkes

Ia menerangkan, jika saja pasien probable sebanyak 15.522 itu positif Covid-19 dan memang harus di RS maka kapasitas tempat tidur masih sangat cukup

"Jadi sebenarnya ke depannya, kalau kita lebih efisien dengan cara yang OTG dan isolasi mandiri atau bisa itu isolasi terpusat sebenarnya keterisian rumah sakit kita itu masih sangat rendah," jelas dia.

(Tribunnews.com/Aisyah/Rina Ayu/Taufik Ismail)

 
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas