Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Shanghai dan Beijing Kembali Lockdown, Berikut Penyebabnya Menurut Ahli Epidemiologi

Prinsip zero Covid-19 namun realisasinya sulit untuk melawan kecepatan penularan Omicron yang cukup cepat untuk menginfeksi

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Shanghai dan Beijing Kembali Lockdown, Berikut Penyebabnya Menurut Ahli Epidemiologi
Dokumentasi Pribadi
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Saat ini situasi Cina, khususnya di Shanghai dan Beijing menerapkan lockdown. Penerapan lockdown dilakukan karena kasus Covid-19 mengalami peningkatan di dua tempat ini. 

Seperti yang diketahui, pemerintah Cina memang menerapkan kebijakan zero Covid-19. Yaitu tidak diperbolehkan ada satu kasus Covid-19 yang muncul.

Sehingga ketika satu kasus maka akan diberlakukan intervensi pemerintah. Satu di antaranya adalah penerapan lockdown. 

Namun menurut ahli Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman menyebutkan bahwa prinsip zero Covid-19 itu bagus.

Tapi tampaknya sulit jika melawan kecepatan penularan Omicron yang cukup cepat untuk menginfeksi.

Baca juga: Indonesia dan China Bahas Kerja Sama Penanganan Kejahatan Transnasional

"Sampai gelombang Delta mereka bisa bertahan. Tapi Omicron ini mewakili potensi varian atau karakter virus SARS-CoV-2 ke depan. Dimana dia mudah sekali menginfeksi," ungkapnya pada Tribunnews, Rabu (27/4/2022).

Berita Rekomendasi

Terutama pada kelompok yang belum mendapatkan vaksin Covid-19 atau belum lengkap vaksinasi dosis primer.

Di sisi lain, vaksin Covid-19 yang digunakan oleh Beijing adalah berbasis messenger RNA (mRNA).

"Ini artinya dalam konteks Beijing, ini menjadi masalah. Karena jenis vaksin NRA yang digunakan di Beijing terbatas sekali," kata Dicky lagi. 

Ditambah lagi penduduk Cina yang menerapkan zero Covid-19. Sehingga mereka yang terinfeksi dan terpapar virus masih sedikit sekali. 

"Padahal kita tahu orang yang sudah divaksin misalnya, kemudian terinfeksi dia seperti mendapat booster atau penguat imunitas. Ini dinyatakan oleh data. Tapi tidak boleh jadi strategi," tegasnya.

Situasi ini menjawab beberapa negara seperti India dan Indonesia, meski penduduk banyak, dampak perawatan rumah sakit dan kematian di era Omicron relatif tidak seperti sebelumnya. 

Hal ini dikarenakan modal imunitas. Entah karena cakupan vaksinasi yang sudah lebih banyak atau atau sebagian masyarakat telah terinfeksi. 

"Berbeda dengan Shanghai. Ditambah penduduk lansia di Shanghai dan Beijing juga banyak. Artinya ini yang membuat kerawanan di Cina," papar Dicky lagi. 

Ditambah belum ada vaksin efektif pada anak, khususnya di bawah 5 tahun. Walau sudah pernah ada uji coba pemberian vaksin di Cina. 

Tapi hal ini sulit dengan kepadatan penduduk dan mobilitas yang tinggi. Apa lagi dua kota ini pusat ekonomi.

"Tentu ancaman jauh lebih besar dan modal imunitas memang harus jadi andalan setiap negara menghadapi era Omicron," pungkasnya.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas