Pakar Epidemiologi Jelaskan Dua Karakteristik Sub Varian Omicron BA.4 dan BA.5 yang Perlu Diketahui
Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman memaparkan data riset terakhir yang dilakukan oleh Jepang.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman memaparkan data riset terakhir yang dilakukan oleh Jepang.
Begitu juga riset di beberapa negara Eropa. Hasilnya menemukan satu temuan penting soal sub varian BA.4 dan BA.5.
Pertama bahwa sub varian ini dapat meningkat kemampuan untuk bereplikasi di sel paru-paru. Sehingga disebut lebih fuso genik atau patogenik dibandingkan BA.2.
"Ini studi di labortarium menunjukkan itu. Artinya potensi keparahan lebih infeksius. Dan potensi keparahnnya ada," ungkapnya pada Tribunnews, Jumat (17/6/2022).
Kemudian ketiga pada laboratorium di Jepang, juga menemukan bahwa angka reproduksi efektif dari BA.4 dan BA,5. Dan ini 1,2 kali lebih tinggi dari pada BA.2.
Dengan kata lain, varian ini lebih cepat penularannya. Dan juga memiliki transmisi yang lebih efektif. Dicky menyebutt jika angka reproduksi di atas satu, artinya ada pertumbuhan eksponensial yang terjadi.
"Kemudian, ketiga temuan lainnya juga tentu ini berita kurang baik, bahwa kalau orang atau sekolompok populasi itu pernah terinfeksi BA.2, BA.1, atau pun varian lain, ini tidak memiliki proteksi terhadap BA,4 dan BA.5," kata Dicky.
Walau pun sama-sama terinfeksi sub varian Omicron seperti BA.1 BA.2 dan BA.3, namun ia tidak memiliki kemampuan proteksi jika berkontak dengan BA.4 dan BA.5.
Kondisi ini, kata Dicky mengingatkan setiap orang untuk membangun kesadaran, pentingnya masalah booster dan penggunaan masker.
Baca juga: Cara Mencegah Penyebaran Omicron BA.4 dan BA.5, Tingkatkan Protokol Kesehatan
"Saat ini semua dunia menyepakati bahwa potensi BA.4 dan BA.5 menjadi ancaman yang serius terutama di negara yang belum memiliki modal imunitas memadai," paparnya lagi.
Hal ini bisa menimbulkan gelombang besar yang bisa meningkatkan keparahan orang masuk rumah sakit. Atau bisa juga peningkatan kematian.
"Nah oleh karena itu pesan pentingnya panik tidak, tapi waspada penting. Sekali lagi menegaskan pentingnya kombinasi bukan masalah vaksin dan imunitas saja, tapi juga masker," tegas Dicky.
Menurutnya Indonesia 'diuntungkan' dengan pernah mengalami gelombang varian Delta yang cukup besar. Ditambah cakupan vaksinasi bergerak cepat.
Dan ini menjadi modal besar.
"Ditambah jumlah populasi muda kita besar dan dominan. Ini tentu disertai literasi penguatan yang adaptif. Masker, jaga jarak, cuci tangan," ujarnya.