Menkes Sebut Indonesia Jauh Lebih Baik dari Negara Lain dalam Hadapi Kasus Omicron BA.4 dan BA.5
Indonesia relatif jauh lebih baik dalam menghadapi gelombang subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 dibandingkan dengan sejumlah negara lainnya.
Penulis: Lanny Latifah
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Dibandingkan dengan sejumlah negara di kawasan Eropa, Amerika, dan negara Asia lainnya, Indonesia jauh lebih baik dalam menghadapi gelombang subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin di Kantor Presiden, Jakarta, usai mengikuti Rapat Terbatas mengenai Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Indonesia relatif jauh lebih baik dengan populasi yang sangat banyak menghadapi gelombang BA.4 dan BA.5 ini karena relatif para masyarakat Indonesia itu lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan dan juga dalam melaksanakan vaksinasi," ujar Menkes dalam keterangan pers, Senin (04/07/2022), dikutip dari setkab.go.id.
Menkes mengungkapkan, kenaikan kasus di Indonesia relatif rendah meskipun subvarian BA.4 dan BA.5 telah mendominasi, mencapai lebih dari 80 persen dari varian yang diuji genome sequencing.
Berdasarkan pengamatan pada gelombang varian Delta dan Omicron penurunan kasus akan terjadi saat dominasi varian mencapai hampir 100 persen.
"Sekarang kita juga melihat walaupun kasusnya naik tapi pelandaian mulai terjadi, baik di Jakarta maupun di Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Kasus Baru Covid-19 Naik 18 Persen Hampir di Seluruh Dunia, Sebagian Besar Dipicu Subvarian Omicron
Menkes menambahkan, jumlah kasus yang jauh lebih rendah dari puncak gelombang sebelumnya, dipicu oleh tingginya kadar antibodi masyarakat.
"Sero survei terakhir di bulan Maret menunjukkan antibodi kita masih tinggi. Jadi kalau Desember kita Sero survei antibodinya sekitar 400-an, 500-an itu sudah dimiliki oleh 88 persen populasi,"
"Di bulan Maret kemarin kita Sero survei 99 persen populasi sudah memiliki antibodi di level 3.000–4.000-an, jadi jauh lebih tinggi," ungkapnya.
Menkes menyampaikan, dalam waktu dekat pihaknya akan kembali melakukan sero survei yang dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan terkait protokol kesehatan dan vaksinasi.
"Diharapkan dalam sebulan hasilnya sudah bisa keluar sehingga kita bisa mengambil kebijakan yang tepat mengenai protokol kesehatan dan juga vaksinasi," ujarnya.
Gejala Umum Omicron BA.4 dan BA.5
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Peneliti dari FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM) dr. Gunadi, PhD, Sp.BA., menjelaskan karakteristik varian Omicron rata-rata memiliki tanda-tanda gejala awal seperti batuk (89 persen), fatigue (65 persen), dan hidung tersumbat atau rinore (59 persen).
Gejala lainnya demam (38 persen), mual atau muntah (22 persen), sesak napas (16 persen), diare (11 persen) dan anosmia atau ageusia 8 (persen).
"Saat ini terdapat sejumlah kecil kasus BA.4 dan BA.5. Karenanya masih terlalu dini untuk mengetahui secara pasti apakah ada gejala baru yang terkait dengan garis keturunan ini. Namun, mengingat bahwa garis keturunan masih diklasifikasikan sebagai Omicron, dan bahwa sebagian besar mutasi (terutama dalam protein lonjakan) adalah sama, kemungkinan gejalanya akan serupa," ucap Gunadi dikutip dari laman UGM, Jumat (17/6/2022).
Terkait penanganan Covid-19 pada umumnya jika tanpa gejala cukup diberikan vitamin C, D, pengobatan suportif, pengobatan komorbid dan komplikasi.
Baca juga: Hasil Studi: Omicron BA.4 dan BA.5 Kebal Antibodi dari Vaksin Maupun Infeksi Sebelumnya
Jika gejala ringan diberikan vitamin C, D, Favipiravir atau Molnupiravir atau Nirmatrelvir/Ritonavir, pengobatan simtomatis, pengobatan suportif, pengobatan komorbid dan komplikasi.
Sementara untuk gejala sedang diberikan vitamin C, D, remdesivir atau alternatifnya Favipiravir, Molnupiravir, atau Nirmatrelvir/Ritonavir, antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP, pengobatan simtomatis, pengobatan komorbid dan komplikasi.
Kemudian, untuk gejala berat atau kritis maka akan diberikan vitamin C, B1, D, remdesivir atau alternatifnya: Favipiravir, Molnupiravir, atau Nirmatrelvir/Ritonavir, kortikosteroid, anti IL-6 (Tocilizumab/Sarilumab), antibiotik (pada suspek koinfeksi bakteri), antikoagulan LMWH/UFH/OAC berdasarkan evaluasi DPJP, tata laksana syok (bila terjadi) dan pengobatan komorbid dan komplikasi.
"Apakah harus rawat rumah sakit atau isolasi mandiri, saya kira untuk yang tanpa gejala cukup dengan obat-obatan oral dan oksigen dan pemantauan bisa dilakukan sendiri atau tenaga medis secara tidak langsung. Beda dengan yang sedang, berat atau bahkan kritis, disamping obat-obatan oral, obat-obatan injeksi, oksigen dan lain-lain perlu kiranya dirawat di rumah sakit dan dipantau langsung oleh tenaga medis," terangnya.
(Tribunnews.com/Latifah/Rina Ayu)