Vaksin Booster sebagai Syarat Perjalanan dan Masuk Mal, Pakar Epidemiologi: Memang Seharusnya Begitu
Pemerintah, menurut pakar epidemiologi Dicky Budiman, punya posisi kewajiban untuk menjamin Kesehatan masyarakat.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memberlakukan vaksinasi booster sebagai syarat perjalanan dan masuk mal.
Hal ini bertujuan untuk mendorong percepatan vaksin booster Covid-19.
Menurut pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman, memang sudah seharusnya seperti itu.
Pemerintah, menurut dia, punya posisi kewajiban untuk menjamin Kesehatan masyarakat.
Baca juga: Ahli Epidemiologi UI Pandu Riono : PPKM Tidak Ada Dampaknya, Fokus Booster dan Prokes Saja
"Bahwa ada yang tidak peduli, atau pun belum tahu, dengan adanya kebijakan inilah yang akan menjamin atau mengurangi risiko mereka terpapar," ungkap Dicky pada Tribunnews, Kamis (7/7/2022).
Pengendalian covid-19 ini harus mengacu kepada prinsip mencegah lebih baik dari pada terinfeksi.
Sebab, dampak dari terinfeksi covid ini, jika terjadi secara berulang-ulang, akan berdampak sangat serius.
Potensi kesakitan, keparahannya, kematian akan menjadi lebih besar. Selain itu ada potensi yang disebut dengan Long Covid-19. Yang ini akan menurunkan kualitas kesehatan di masa depan.
"Jadi, artinya saat ini dengan kehadiran BA.4 dan BA.5 efektif dalam menginfeksi, menurunkan efikasi antibodi maupun ada potensi keparahan yang hampir sama dengan Delta," tegasnya.
Oleh karena itu dalam hal ini perlu adanya pengetatan. Dan langkah yang dilakukan oleh pemerintah saat ini saya bisa dibilang wajar.
Tapi di sisi lain harus disertai dengan menambah sentra vaksinasi Covid-19 sehingga lebih mudah diakses, begitu juga dengan prosedurnya.
"Setidaknya mengurangi potensi penularan. Dengan harapan dapat mencegah terjadinya perburukan ke faskes dan sebagainya. Kita harus melindungi kelompok yang rawan dalam masyarakat," tegasnya.