Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Epidemiologi Sebut Sulit Prediksi Puncak Kasus Covid-19 di Indonesia, Ini Alasannya

Dicky menyebutkan adanya penurunan proteksi dari kombinasi dua vaksin Covid-19. kemudian terinfeksi

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Pakar Epidemiologi Sebut Sulit Prediksi Puncak Kasus Covid-19 di Indonesia, Ini Alasannya
Dokumentasi Pribadi
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman- Budiman mengungkapkan, untuk memprediksi puncak gelombang kasus Covid-19, ada banyak faktor.  

Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman mengungkapkan, untuk memprediksi puncak gelombang kasus Covid-19, ada banyak faktor. 

Menurut Dicky melakukan perhitungan masa puncak tidak semudah sebelumnya karena jumlah penduduk, masyarakat yang memiliki imunitas jauh lebih banyak.

"Tapi dengan variasi, durasi atau level proteksi yang beragam. Ada yang sudah menurun jauh, dalam proses menurun dan sebagainya," ungkap Dicky pada Tribunnews, Rabu (20/7/2022). 

Dicky menyebutkan adanya penurunan proteksi dari kombinasi dua vaksin Covid-19. kemudian terinfeksi.

Baca juga: Ilmuwan AS Dr Anthony Fauci Dinyatakan Positif Terpapar Virus Corona

Karenanya, memperkirakan puncak saat ini tidaklah mudah. 

Penurunan proteksi ini disusul dengan kemunculan satu sub varian baru. Sehingga akan terjadi kecepatan dalam penularan. Dan kelompok rawan menjadi sasaran infeksi ini. 

Berita Rekomendasi

Di sisi lain kesulitan mendeteksi kapan terjadinya puncak kasus juga disebabkan karena testing yang saat ini terbilang pasif. 

"Testing terbatas itu membuat kasus yang terdeteksi jauh lebih sedikit dari pada di masyarakat," tegasnya.

Faktor lain adalah masyarakat Indonesia, dari awal pandemi jika sakit, jarang yang ke rumah sakit. Kecuali kota-kota besar dan memiliki akses. 

"Tapi berdasarkan data BPS masyarakat yang ke rumah sakit tidak lebih 30 persen. Sebanyak 70 persen masyarakat kita kalau sakit, di rumah saja," kata Dicky menambahkan.

Sehingga bisa dibilang banyak orang sakit di masyarakat. Jika tidak kuat intervensi kunjungan rumah, maka tidak akan bisa mendeteksi kasus.

"Oleh karena itu bicara puncak tidak bisa hanya melihat data Indonesia," kata Dicky.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas