Syarat Booster untuk Mobilitas, Epidemiolog: Untuk Kurangi Tingkat Keparahan Subvarian BA.4 dan BA.5
Pemerintah terus mengantisipasi penyebaran subvarian covid-19 dengan terus menggencarkan proses vaksinasi dosis ketiga atau booster.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah terus mengantisipasi penyebaran subvarian Covid-19 dengan terus menggencarkan proses vaksinasi dosis ketiga atau booster.
Hal itu terkait kenaikan kasus konfirmasi harian di beberapa negara, termasuk di Indonesia, yang disebabkan virus omicron subvarian baru BA.4 and BA.5.
Menurut epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan vaksinasi covid-19 memang seharusnya sampai dosis ketiga atau booster. Pasalnya, vaksinasi memberikan imunitas jangka pendek.
"Menurut saya, dosis lengkap pemberian vaksinasi harusnya sampai booster, bukan dua kali. Vaksinasi covid-19 itu memberikan imunitas yang jangka pendek. Jangka pendek itu imunitasnya akan terbentuk 1-3 tahun," kata Tri Yunis, kepada wartawan, Selasa (19/7/2022).
Menurutnya, vaksinasi memang tidak dapat mencegah infeksi, tetapi bisa menurunkan tingkat keparahan penderita covid-19 sehingga tidak perlu dirawat di rumah sakit. Hal itu juga akan menurunkan BOR.
"Jadi, booster itu, atau vaksinasi, gunanya untuk mengurangi tingkat keparahan. Jadi orang-orang yang sudah divaksinasi tidak akan parah. Jadi itu akan menurunkan tingkat hunian rumah sakit," ujarnya.
Terkait dengan merebaknya virus omicron subvarian baru BA.4 and BA.5 di beberapa negara, termasuk Indonesia, Tri juga menerangkan vaksinasi tidak dapat mencegah inveksi. Hanya protokol kesehatan yang bisa menahan laju penyebaran covid-19.
"Jadi, kalau vaksinasi tidak dapat mencegah infeksi. Vaksinasi, apalagi untuk BA.5 dia bisa escape dari imunitas kita. Jadi tidak dapat mencegah dari infeksi covid-19. Seharusnya untuk mencegah itu hanya protokol kesehatan," ujarnya.
Sebab itu, Tri menyarankan semua pihak untuk mengetatkan kembali protokol kesehatan.
"Sementara saat ini masyarakat sudah mulai meninggalkan protokol kesehatan. Pemerintah harus siap siaga meningkatkan kembali protokol kesehatan," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan belum terdapat tren kenaikan kasus yang signifikan di luar Jawa-Bali.
Dari sejumlah 27.550 kasus aktif nasional, proporsi Jawa-Bali sebesar 94,23 persen atau 25.959 kasus aktif, sedangkan luar Jawa-Bali sebesar 5,77 % dari total kasus aktif nasional atau sebanyak 1.591 kasus aktif. Meski demikian, bed occupancy rate (BOR) maupun tempat-tempat isolasi masih memadai.
“Terlepas dari adanya sedikit peningkatan kasus konfirmasi harian yang terjadi, namun tingkat BOR (isolasi dan ICU) di seluruh provinsi masih dalam tingkat yang aman, secara nasional BOR di kisaran 4 % ," kata Airlangga Hartarto.
Ketum Partai Golkar itu menerangkan percepatan capaian target vaksinasi booster terus didorong dengan mewajibkan berbagai mobilitas dan aktivitas masyarakat akan mempersyaratkan vaksinasi booster.