Kaleidoskop 2022: Sinyal Berakhirnya Pandemi Covid-19 di Indonesia Saat Kasus di China Melonjak
Sejak ditemukan pertama kali tanggal 2 Maret 2020, kasus baru virus corona atau Covid-19 di Indonesia mulai terkendali pada tahun 2022.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak ditemukan pertama kali tanggal 2 Maret 2020, kasus baru virus corona atau Covid-19 di Indonesia mulai terkendali pada tahun 2022.
Bahkan kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia bulan Juli hingga Agustus 2022 lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya.
Di bulan Juli hingga Agustus 2022 hampir seluruh dunia mengalami kenaikan yang tinggi karena varian Omicron B4 dan B5.
Sementara di Indonesia pada bulan tersebut termasuk satu dari beberapa negara seperti India dan Cina yang kenaikannya sangat sedikit.
Waspada kasus Covid-19 naik pasca libur Natal dan Tahun Baru
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengingatan agar kewaspadaan perlu tetap dilakukan karena akan menghadapi awal tahun 2023.
Menurutnya, kasus Covid-19 biasanya melonjak pasca libur Natal dan Tahun Baru.
“Ujiannya nanti akan kita lihat di awal tahun depan karena beberapa varian baru seperti BA.2.7.5 sudah terjadi di India,” ujar Menkes pada Capaian Kinerja Pemerintah tahun 2022 yang disampaikan secara virtual, Jumat (21/10) di Jakarta.
Kenaikan kasus nampak di negara tetangga Indonesia seperti Singapura, sehingga Indonesia harus tetap waspada. Kenaikan kasus Covid-19 di Singapura yang tadinya hanya ratusan kasus sekarang naik menjadi 6.000 kasus per hari, lebih tinggi dari kenaikan kasus di Indonesia yang cuma 2.000 kasus per hari.
Di bulan Juli hingga Agustus 2022 hampir seluruh dunia mengalami kenaikan yang tinggi karena varian Omicron B4 dan B5.
Sementara di Indonesia pada bulan tersebut termasuk satu dari beberapa negara seperti India dan Cina yang kenaikannya sangat sedikit.
Dikatakan Menkes, hal itu disebabkan karena memang strategi penanganan pandemi di Indonesia yang relatif baik.
Baca juga: Jokowi Berencana Hapus PPKM, Hari Ini Kasus Covid-19 di Indonesia Masih di Atas 1000 Orang per Hari
Selama enam bulan dari awal tahun itu Indonesia tidak mengalami lonjakan masus, padahal biasanya enam bulan awal merupakan siklus kenaikan gelombang karena ada varian baru.
“Jadi artinya memang Indonesia sudah berhasil menangani pandemi dengan recovery lebih baik. Terutama di bulan Juli hingga Agustus ini masih ada tantangan karena varian baru masih akan tumbuh,” ucap Menkes Budi.
Menurut Menkes Budi, Indonesia beruntung karena vaksinasi di Indonesia sangat baik.
Sekarang sudah 440 juta dosis disuntikkan ke lebih dari 204 juta populasi kita, sehingga imunitas dari masyarakat kita baik.
Ditambah lagi protokol kesehatan di Indonesia juga relatif lebih konservatif.
Sampai sekarang masyarakat masih terbiasa memakai masker, sementara negara-negara lain sudah membuka masker dan itu sebabnya terjadi kenaikan yang cukup tinggi seperti di Singapura.
“Mudah-mudahan nanti di Januari- Februari 2023 kita bisa mencegah kenaikan kasus dengan baik seperti di bulan Juli – Agustus tahun ini. Sehingga Indonesia akan menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang selama 12 bulan berturut-turut tidak mengalami ada lonjakan kasus,” ungkap Menkes.
Dibutuhkan bantuan dari masyarakat untuk tetap disiplin protokol kesehatan, pakai masker, rajin cuci tangan, dan yang belum vaksinasi booster segera lakukan.
Lebih lanjut, pandemi COVID-19 terjadi di seluruh dunia dan merupakan salah satu pandemi yang paling besar dalam sejarah. Semua negara menghadapi masalah ini bersama-sama.
Indonesia sempat mengalami puncak kasus mencapai hampir 600.000 per hari. Sekarang sudah turun menjadi di bawah 2.000 per hari. Kemudian pasien yang dirawat di rumah sakit sempat mencapai 100.000 orang, sekarang yang masuk rumah sakit sebanyak 3.100 orang.
Selanjutnya, kasus kematian di Indonesia juga sempat tinggi mencapai 1.800 orang per hari. Sekarang sudah berhasil turun ke angka 17 sampai 19 orang per hari.
“Jadi itu adalah pencapaian yang kita raih di masa pandemi ini, dan seluruh dunia juga mengakui bahwa pencapaian ini termasuk yang paling baik khususnya di gelombang terakhir varian ommicron BA.4 dan BA.5,” tutur Menkes Budi.
Baca juga: Sebaran 1.123 Kasus Covid-19 per 21 Desember 2022: DKI Jakarta Kembali Tertinggi, Disusul Jawa Barat
Jokowi berencana hapus PPKM
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah bakal menghentikan Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat di Indonesia atau PPKM dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Di sisi lain, hingga hari ini kasus harian Covid-19 di Indonesia masih di atas 1.000 kasus atau tepatnya bertambah 1.123 kasus pada Rabu (21/12/2022) ini.
Rencana penghapusan PPKM tersebut diungkapkan Jokowi saat memberikan kata sambutan di acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023 di Hotel Ritz-Charlton, Jakarta pada Rabu (22/12/2022).
Menurut Jokowi, kebijakan ini kemungkinan berlaku di akhir 2022.
Disampaikan Jokowi, rencana ini muncul seiring dengan melandainya kasus COVID-19. Saat ini kasus harian berada di angka 1.200 meski sempat mencapai puluhan ribu per hari.
"Dan kemarin kasus harian 1.200 dan mungkin nanti akhir tahun kita akan menyatakan berhenti PSBB dan PPKM," katanya.
Hingga saat ini, kata Jokowi, masih menunggu kajian terkait penghentian PSSB dan PPKM dari Kementerian Koordinator (Kemenko) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Baca juga: Sebaran 1.123 Kasus Covid-19 per 21 Desember 2022: DKI Jakarta Kembali Tertinggi, Disusul Jawa Barat
"Masih menunggu kajian dan kalkulasi dari Kemenko maupun Kementerian Kesehatan dan saya memberikan target minggu ini harusnya kajian dan kalkulasi itu sudah sampai meja saya sehingga bisa saya siapkan Keputusan Presiden mengenai penghentian PSBB dan PPKM," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Pada kesempatan yang sama, Koordinator PPKM Luar Jawa-Bali, Airlangga Hartarto mengungkapkan kasus harian Covid-19 di Indonesia selama satu tahun dalam grafik landai.
Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO, Airlangga menjelaskan Indonesia telah melewati masa pandemi dan memasuki masa endemi.
"Artinya berdasarkan kriteria dari WHO di level 1 dan itu sudah 12 bulan. Artinya secara negara sebetulnya pandeminya sudah berubah menjadi endemi," tuturnya.
Hal ini, kata Airlangga, didukung pula dengan kasus harian Covid-19 di Indonesia yang terus menurun hingga dibawah 2.000 kasus positif per harinya.
Sebelumnya, Jokowi juga telah menyinggung penghentian PSBB-PPKM akan dilakukan pada akhir tahun.
"Mungkin nanti akhir tahun, kita akan menyatakan PPKM berhenti," ujarnya dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023 yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu pagi.
Jokowi pun mengingat kembali masa tersulit Indonesia mengendalikan kasus Covid-19 adalah saat varian Delta sampai ke Tanah Air.
Pada saat itu, Jokowi berujar kasus harian di Indonesia mencapai 56 ribu per hari dan memerintahkan jajarannya uintuk melakukan lockdown.
"Kalau itu kita lakukan saat itu, mungkin ceritanya akan lain saat ini," ujarnya.
Gelombang varian baru pun kembali menerpa Indonesia lewat Omicron.
Bahkan, kasus harian di Indonesia melebihi varian Delta yaitu mencapai 64 ribu kasus positif tiap harinya.
Namun, kata Jokowi, Indonesia tidak gagap dalam menghadapi varian Omicron yang masuk ke Indonesia pertama kali pada 27 November 2021.
"Untung saat itu kita masih tenang, tidak gugup, tidak gelagapan, sehingga situasi yang sangat sulit itu bisa dikelola dengan baik," pungkasnya.
Masih di atas 1.000 kasus per hari
Pemerintah merilis perkembangan kasus harian Covid-19 di Indonesia bertambah 1.123 kasus pada Rabu (21/12/2022) ini.
Kasus baru Covid-19 hari ini mengalami penurunan kasus dibandingkan pada Selasa (20/12/2022).
Sebelumnya, kasus baru bertambah 1.297 kasus pada Selasa, kemarin.
Sehingga, total kasus terkonfirmasi virus Corona berjumlah 6.712.826 kasus hingga Rabu (21/12/2022).
Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, untuk kasus sembuh dari virus Corona di Indonesia bertambah 2.427 orang.
Total kasus sembuh dari Covid-19 mencapai 6.527.952 orang.
Sementara itu, untuk kasus kematian akibat Covid-19 bertambah 15 orang pada Rabu ini.
Artinya, kasus meninggal akibat Covid-19 hari ini meningkat dibandingkan pada Selasa (20/12/2022), di angka 27 orang.
Total kasus pasien yang meninggal akibat virus Corona pun mencapai 160.466 jiwa hingga Rabu (21/12/2022).
Untuk selengkapnya berikut daftar sebaran kasus positif Covid-19 di 34 provinsi pada Rabu (21/12/2022).
DKI Jakarta: 379
Jawa Barat: 237
Banten: 101
Jawa Timur: 90
Jawa Tengah: 68
Lampung: 33
Kalimantan Selatan: 26
DI Yogyakarta: 22
Kalimantan Barat: 20
Sumatera Utara: 16
Bangka Belitung: 16
Bali: 16
Nusa Tenggara Timur: 12
Sulawesi Tengah: 11
Kalimantan Tengah: 9
Sumatera Selatan: 8
Riau: 7
Kalimantan Timur: 7
Papua: 7
Jambi: 6
Sulawesi Selatan: 5
Nusa Tenggara Barat: 4
Papua Barat: 4
Aceh: 3
Sumatera Barat: 3
Sulawesi Utara: 3
Bengkulu: 2
Kepulauan Riau: 2
Kalimantan Utara: 2
Sulawesi Tenggara: 2
Gorontalo: 1
Sulawesi Barat: 1
Maluku: 0
Maluku Utara: 0
Sementara, ada juga pasien yang sembuh dari Covid-19 pada hari ini sebanyak 2.427 orang.
Sehingga total pasien yang sembuh dari virus corona sejak awal pandemi 2 Maret 2020 menjadi 6.527.952 orang.
Di sisi lain, masih ada orang yang meninggal dunia akibat virus corona sejumlah 15 korban.
Tambahan ini membuat total kematian akibat Covid-19 sejak awal pandemi menjadi 160.466 orang.
WHO sebut lonjakan kasus di China bisa picu pandemi global lagi
Sejumlah ilmuwan dan penasihat terkemuka Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyatakan, terlalu dini untuk menyatakan akhir pandemi Covid-19.
Hal ini terjadi saat pemerintah Indonesia siap melonggarkan PPKM.
Pasalnya ada potensi di China mengalami gelombang infeksi Covid-19 yang besar.
Hal ini terjadi karena, China membatalkan kebijakan nol-Covid minggu lalu pasca lonjakan infeksi dan protes publik yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Melansir Guardian, China akan menghadapi lebih dari satu juta kematian pada tahun 2023 setelah perubahan arah yang tiba-tiba.
Pendekatan nol-Covid di China membuat infeksi dan kematian relatif rendah di China. Namun tidak dengan pandemi secara gambaran global.
"Jelas bahwa kita berada dalam fase pandemi yang sangat berbeda, tetapi dalam pikiran saya, gelombang yang tertunda di China adalah kartu liar," kata Ahli virologi Belanda Marion Koopmans yang duduk di komite WHO yang memberi nasihat tentang status darurat Covid-19.
Sebelumnya, pada bulan September, kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan akhir pandemi ada di depan mata.
Namun pekan lalu, dia mengatakan kepada wartawan di Jenewa bahwa keadaan darurat ini akan berakhir pada tahun 2023.
Sebagian besar negara menghapus pembatasan Covid karena ancaman varian baru virus yang berbahaya di tahun kedua pandemi yaitu 2022.
Komentar Tedros sebelumnya memicu harapan bahwa badan PBB tersebut dapat segera menghapus penetapan tingkat kewaspadaan tertinggi untuk Covid, yang telah berlaku sejak Januari 2020.
Koopmans dan anggota komite penasehat WHO lainnya akan membuat rekomendasi mereka pada tingkat kewaspadaan pada akhir Januari.
Diketahui pada hari Selasa, kota-kota di seluruh China telah memasang tempat tidur rumah sakit dan membangun klinik pemeriksaan demam.
Lantaran pihak berwenang melaporkan ada lima kematian.
Selain risiko bagi China, beberapa tokoh kesehatan global telah memperingatkan bahwa membiarkan virus menyebar di dalam negeri juga dapat memberikan peluang untuk bermutasi, yang berpotensi menciptakan varian baru yang berbahaya.
Saat ini, data dari China yang dibagikan dengan WHO dan database virus GISAID menunjukkan varian yang beredar di sana adalah Omicron yang dominan secara global dan turunannya, meskipun gambarannya tidak lengkap karena kurangnya data lengkap.
“Intinya adalah, tidak jelas bahwa gelombang di China didorong oleh varian, atau apakah itu hanya menunjukkan kerusakan penahanan,” kata Tom Peacock, ahli virologi di Imperial College London.
Amerika Serikat pada hari Selasa mengindikasikan siap membantu China dengan wabahnya yang melonjak, memperingatkan bahwa penyebaran yang tidak terkendali di sana mungkin berimplikasi pada ekonomi global.
“Kami siap untuk terus mendukung negara-negara di seluruh dunia, termasuk China, dalam hal ini dan dukungan kesehatan terkait Covid lainnya,” kata juru bicara departemen luar negeri Ned Price.
“Bagi kami ini bukan tentang politik, ini bukan tentang geopolitik. Kami telah berkali-kali menyatakan secara terbuka bahwa kami adalah donor terbesar vaksin Covid-19 di seluruh dunia," sambung dia. (*)