Sampe L Purba: Pak Nono Sampono Adalah Sosok Jenderal Marinir yang Menginspirasi
Menjadi narasumber FGD hingga silaturahmi dengan masyarakat setempat, semuanya dilaksanakan oleh Nono Sampono saat kunjungan kerjanya di Maluku
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Staf Ahli Kementerian ESDM yang juga Mahasiswa tingkat doktoral Universitas Pertahanan, Sampe L Purba menceritakan pengalamannya saat bertemu dengan pimpinan DPD RI Nono Sampono. Pertemuan itu terjadi ketika Sampe Purba menjadi bagian dari rombongan Nono Sampono pada saat kunjungan kerjanya di Maluku.
Hari pertama diawali dengan penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) yang oleh DPD RI di Ambon. Tema FGD tersebut adalah 'Tantangan Pembangunan Industri Maritim dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat Maluku' dengan mengundang stakeholders dan Kementerian terkait sebagai narasumber.
Satu jam sebelum FGD dimulai, Sampe melihat seseorang yang dengan serius memberi pengarahan kepada timnya, mensinkronkan antara run down acara, keprotokolan, dan tampilan materi presentasinya di layar infocus. Semuanya dilakukan tahap demi tahap, persis seperti operasi militer yang tidak boleh meleset, baik dalam hal urutan, peralatan maupun momentum.
Usai briefing, Sampe menghampiri sosok tersebut. Tidak disangka, ternyata beliau adalah Pimpinan DPD RI, Nono Sampono. Jenderal Marinir Purnawirawan bergelar Doktor tersebut turun langsung untuk memastikan semua berjalan dengan baik.
Saat FGD berlangsung, Nono Sampono tidak hanya menjadi key note speaker, namun juga menjadi narasumber utama. Di hadapan Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) Provinsi dan Kabupaten, anggota DPD dan DPR dapil Maluku, akademisi, tokoh bisnis, pemuda dan masyarakat, ia menguraikan bagaimana empat proyek strategis nasional di Maluku harus dikawal, didukung dan diisi secara kolaboratif antar instansi agar mencapai tujuannya demi kesejahteraan rakyat Indonesia umumnya dan Maluku pada khususnya.
Benang merah dinamika geo politik di kawasan, afirmasi kebijakan pembangunan di kawasan Indonesia Timur, efek pengganda dan pengungkit ekonomi, hingga kebanggaan atas situs historis Provinsi Maluku sebagai daerah pertama di Nusantara yang bersentuhan dengan dunia Barat pada awal abad keenam belas dengan keempat proyek strategis nasional dijelaskannya secara komprehensif.
Uraian yang disampaikan Nono Sampono singkat, padat, dan tegas. Proyek migas besar di perbatasan selatan Republik Indonesia Kabupaten Kepulauan Tanimbar selain sumber penyediaan energi, devisa dan lapangan kerja juga merupakan pilar penyangga pertahanan dan keamanan di gerbang selatan Indonesia. Kemudian, Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional akan diisi dengan program yang memastikan pengelolaan perikanan laut menjadi optimal.
Menurutnya, harus ada payung hukum dan program jangka panjang yang terstruktur. Hal tersebut sesuai dengan ucapan Gus Dur yang pernah menyatakan sekitar 85% ikan di kawasan Timur Indonesia berumur tua dan meninggal alami karena tidak dipanen.
"Pelabuhan Terpadu diperlukan sebagai hub/sentra penghubung untuk mengurangi disparitas harga kawasan Indonesia Timur dengan Barat. Ambon harus ditata sebagai simpul logistik untuk menggeser dan menyeimbangkan pendulum center of gravity antar kawasan. Potensi Pulau Banda sebagai destinasi prioritas, tematik heritage perlu dikemas dengan baik dengan kemudahan akses, amenitas dan atraksi budaya. Empat kekuatan Superpower Abad Pertengahan yaitu Inggris, Belanda, Spanyol dan Portugis meninggalkan jejak di kawasan ini (Banda) berupa benteng pertahanan dan loji dagang. Pejuang Perintis Kemerdekaan kita seperti Bung Hatta dan Bung Syahrir juga pernah sekian tahun diasingkan di sini. Termasuk pertukaran Pulau Run Banda (Inggris) dengan Manhattan, New York (Belanda)," ujar Nono Sampono pada saat pemaparannya.
Menurutnya, hal ini adalah pekerjaan besar. Proyek Strategis Nasional adalah proyek-proyek Pemerintah Pusat yang lokasinya di daerah. Diperlukan koordinasi lintas sektor untuk memastikan infrastruktur dasar seperti kelistrikan, BBM, telekomunikasi dan sarana transportasi tersedia. Proyek-proyek berdimensi dan berstandar internasional memerlukan SDM yang handal, berkarakter dan unggul.
"Untuk itu, Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Daerah serta korporasi yang terlibat harus merancang dan membina SDM setempat baik melalui pendidikan vokasi, politeknik atau keahlian tertentu yang dibutuhkan. Keberadaan Proyek-proyek Pusat di daerah tetap mengutamakan mutu, kualitas dan daya saing. Memang dalam satu dua hal ada afirmasi dan kemudahan. Tetapi sifatnya itu adalah temporer”, tegas Wakil Ketua DPD RI tersebut.
Pada saat GFD, Nono Sampono juga menyinggung sistem ketata negaraan yang harus bahu membahu, bergotong royong dan seiring sejalan antar lembaga-lembaga Negara.
"Taruhlah contoh antara DPR dengan DPD. DPD dan DPR adalah ibarat sepasang sayap rajawali, atau seperti rel kereta api. Keduanya harus berfungsi seimbang sinergis dalam membawa perahu republik Indonesia ke gerbang cita cita masyarakat yang sejahtera, melalui jalur perundang-undangan, pengawasan dan kemitraan dengan lembaga eksekutif," tuturnya.
Lembaga DPD adalah representasi daerah dengan basis kewilayahan dan rakyat yang ada di dalamnya. Keanggotaan DPD bukan berdasarkan partai, melainkan memperoleh mandat langsung dari rakyat pada daerah pemilihannya. Satu Provinsi, tanpa mengaitkan dengan jumlah penduduk atau luas wilayah memiliki 4 orang anggota DPD. Sedangkan jumlah anggota DPR di satu Provinsi ditentukan oleh jumlah banyaknya penduduk, dan bilangan pembagi pemilih, yang diperebutkan partai-partai. Keberadaan DPD dan DPR merupakan kearifan demokrasi khas Indonesia, yang merupakan gabungan racikan berbasis kewilayahan dan kependudukan. Nono Sampono menyampaikan bahwa DPD bertugas di daerah, dan bersidang di Jakarta, sementara DPR bertugas di Jakarta, dan reses ke daerah. Dengan demikian, diharapkan program program pembangunan di Indonesia dapat berjalan seimbang, adil dan merata, baik dari perspektif kewilayahan maupun kependudukan.
Ia melanjutkan bahwa daerah yang penduduknya sedikit, tetapi dengan wilayah dan sumber daya alam yang kaya, misalnya Provinsi Maluku dan Maluku Utara, Riau Kepulauan, Papua dan Kalimantan, perlu mendapatkan alokasi kue pembangunan dan perhatian yang sama dengan Pulau Jawa – Bali atau Sumatera, yang penduduknya lebih padat, luas wilayah lebih kecil, serta kekayaan alam lebih sedikit.
"Kita melihat secara berangsur angsur, di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo hal tersebut telah mendapatkan aksentuasi yang nyata," tambahnya.
Di kesempatan tersebut, Nono Sampono juga melakukan kunjungan lapangan ke calon lahan pelabuhan terpadu di sore hari. Ketajaman asesmennya sebagai perwira lapangan kawakan terlihat nyata pada saat melakukan kunjungan. Dengan memperhatikan posisi garis pantai, perkiraan kedalaman laut, wilayah penyangga dan ketinggian gunung di kejauhan, mantan Komandan Jenderal Marinir yang juga pernah menjadi Kepala BASARNAS tersebut memberi masukan garis besar bagaimana sebaiknya letak anjungan, lay out pergudangan maupun relokasi penduduk ditangani dengan baik, agar lalu lintas kapal, keamanan dan orang tertata baik. Aktivitas yang padat pada hari itu kemudian diakhiri dengan ramah tamah dengan iringan organ tunggal di kediaman Gubernur Maluku, Murad Ismail.
Keesokan harinya, Sampe mendampingi perjalanan dinas pimpinan DPD RI tersebut ke Kabupaten Kepulauan Tanimbar, yang merupakan bagian terselatan dari Nusantara. Satu proyek Nasional, yakni kilang LNG untuk mengolah gas yang akan diproduksi dari Lapangan Abadi, Masela dekat perbatasan Australia Utara akan didirikan di Kepulauan Tanimbar.
Presiden Joko Widodo pada awal Pemerintahannya memutuskan bahwa lokasi kilang LNG akan dibangun di darat (onshore) untuk memberikan nilai tambah serta mendorong tumbuhnya industri hilir di kawasan timur Indonesia ini.
Sampe merasa beruntung telah diajak serta mendampingi Nono Sampono dalam kunjungan, dialog, dan interaksi dengan berbagai kelompok masyarakat, dari pagi hingga malam. Beberapa kelompok masyarakat tersebut terdiri dari tua tua adat dan masyarakat desa, perangkat pemerintahan desa, tokoh pemuda dan mahasiswa, komunitas bisnis, tokoh agama dan tokoh masyarakat serta anggota Forkominda. Perjalanan ke wilayah paling selatan di NKRI tersebut memberinya gambaran nyata dinamika sosial kehidupan masyarakat di sana.
"Saya melihat passion dari Pak Nono yang membangkitkan semangat dan harapan masyarakat setempat. Dalam berbagai kesempatan beliau mengulangi perlunya kerja keras, tekad, disiplin, dan etos kerja untuk maju. Pak Nono, sang Jenderal Marinir yang pernah menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden itu, adalah Putera Maluku," tutur Sampe.
Selanjutnya, rombongan berkunjung ke rumah adat keluarga besar Sampono terletak di desa Olilit Kabupaten Tanimbar serta berziarah di makam Kakak Seniornya, Bapak Tibe yang juga Pimpinan Tua – Tua Adat Olilit, yang meninggal sekitar sebulan yang lalu. Ramah tamah pun dilakukan di rumah adat keluarga Sampono bersama masyarakat setempat. Interaksi yang tulus dan tanpa pamrih di antara Nono Sampono dengan seluruh keluarga besar dan masyarakat setempat disaksikan langsung oleh Sampe.
Meski telah menjadi Jenderal yang berhasil di Jakarta, ia tidak melupakan dan tidak malu akan asal usulnya. Nono pun mengabulkan permintaan Sampe untuk berfoto bersama di tepi tempat tidur lusuh dalam kamar yang dulu sering ia gunakan.
Pada kesempatan ini, Nono Sampono juga turut memberi himbauan kepada generasi muda setempat. "Saya sebagai putera daerah ini, yang berangkat ke sekolah dengan perut lapar, serta tinggal di rumah beratap rumbia, berdinding tepas dan berlantai tanah, bisa berhasil bertarung di ibu kota, maka kalian juga harus bisa!", ujarnya.
Ia menyemangati semua kalangan, termasuk mengingatkan agar di masa pandemi ini menjaga protokol kesehatan. Meski telah menjadi pejabat negara dengan mobil dinas RI 67, Nono Sampono tidak sungkan berpindah pindah berfoto dengan berbagai kelompok masyarakat, agar tidak terjadi penumpukan massa.
Sampe juga berpendapat bahwa Nono Sampono adalah Jenderal yang romantis. Sekembali dari Tanimbar, rombongan disuguhkan makan siang yang telah disiapkan oleh Ibu Nono di rumah kediamannya di Ambon. Sore harinya, dengan speedboat dari Wayame, rombongan menyeberangi teluk Ambon ke Amahusu. Nono Sampono dan istri bercengkerama sambil berenang dan snorkling sore itu.
"Jenderal satu ini, luar biasa. Dapat membagi waktu dengan pas, untuk tugas tugas kenegaraan, adat, masyarakat dan tak lupa menyediakan waktu terbaiknya berenang bersama isteri tercinta di laut Ambon," ungkap Sampe kagum.
Dalam perjalanan kembali ke kediaman, Nono Sampono mengungkapkan keinginnya untuk kembali berenang menyeberangi Teluk Ambon.
"Kalau Tuhan izinkan, tahun depan pada ulang tahun ke 70, saya bermaksud berenang lagi menyeberangi Teluk Ambon ini, sebagaimana saya lakukan pada ulang tahun ke 60 yang lalu,” tuturnya. (*)