Tax Amnesty: Solusi Dilematis bagi DPR RI
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak sebaiknya dibarengi dengan perbaikan sistem perpajakan.
TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi XI DPR RI M. Sarmuji berpendapat pengampunan pajak merupakan bagian kecil dari reformasi pajak. Oleh sebab itu, dia mengajurkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak sebaiknya dibarengi dengan perbaikan sistem perpajakan.
"Dibarengi dengan perbaikan sistem perpajakan. Kalau bisa dibarengi dengan tax reform, tax amnesty tidak berdiri sendiri, tax amnesty hanya bagian kecil dari tax reform," ujar Sarmuji menyarankan, di Gedung Nusantara I DPR.
Pengampunan pajak tidak bisa dengan serta merta mengabaikan penegakan hukum. Jika memang perlu diberikan sanksi bagi para pengingkar pajak, seharusnya dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Terutama setelah semua hal itu dilakukan, semua penegakan hukum dilakukan, pemberian sanksi dilakukan. Kalau memang perlu diberikan sanski, baru kita pikirkan tax amnesty," papar Sarmuji.
Dia juga berargumen, pengampunan pajak tidak bisa dilakukan secara berulang-ulang, terlebih berdekatan tahunnya.
"Tax Amanesty itu dilakukan satu generasi sekali cukup. Satu generasi itu beberapa tahun, ya barangkali dua puluh lima tahunan. Tapi waktunya jangan ditentukan, Dua puluh lima sampai tiga puluh lima tahun, dengan segal konsekuensinya," harap Sarmuji.
Sarmuji mengakui pengampunan pajak bagi DPR sebenarnya dilematis. Karena, meski DPR dihadapkan pada tujuan baik yang sudah ditentukan pemerintah, yakni terjadinya repatriasi modal. Namun ada pertanyaan besar, apakah betul pengampunan pajak sungguh-sungguh akan menyebabkan pemulangan kembali modal besar-besaran ke dalam negeri.
"Yang dikhawatirkan dari tax amnesty ini merusak sistem perpajakan. Karena orang menunggu-nunggu, nanti toh ada tax manesty," ungkap Sarmuji dengan rasa khawatir. (Pemberitaan DPR RI)