Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Marak Obat Palsu, Komisi IX DPR : Pemerintah Mesti Evaluasi Apotek Rakyat

Komisi IX DPR RI meminta apotek rakyat perlu ditinjau dan dievaluasi,antara lain Permenkes Nomor 284/MENKES/SK/III/2007 tentang Apotek Rakyat.

zoom-in Marak Obat Palsu, Komisi IX DPR : Pemerintah Mesti Evaluasi Apotek Rakyat
dpr.go.id
Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) meminta keberadaan apotek rakyat perlu ditinjau dan dievaluasi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) meminta apotek rakyat perlu ditinjau dan dievaluasi. 

Terkait itu, menurut Saleh Partaonan Daulay Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/MENKES/SK/III/2007 tentang Apotek Rakyat juga perlu ditinjau dan dievaluasi.

Apalagi banyak obat palsu ditemukan dibeberapa apotek rakyat belakangan ini. 

Menurutnya, dasar apotek rakyat beroperasi masih merujuk pada UU kesehatan lama, Nomor 23/1992.

Padahal, sudah ada UU kesehatan yang baru, No. 36/2009.

Alhasil, menurut Saleh, keberadaan apotek rakyat harus dievaluasi agar sesuai dengan semangat UU Kesehatan yang baru. 

"Apotek rakyat itu di satu pihak bisa memudahkan masyarakat untuk memperoleh obat, namun di sisi lain bisa juga dijadikan tempat mengedarkan obat-obat palsu oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Karena itu, permenkesnya perlu dievaluasi. Kalaupun apotek rakyat dibolehkan beroperasi, namun harus diteguhkan pola pengawasannya," jelasnya, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (14/9/2016). 

Permenkes, kata politisi PAN ini, harus sejalan dengan aturan yang baru.

Selain Permenkes tentang apotek rakyat, saat ini Kemenkes juga sudah merevisi beberapa Permenkes lain. 

Permenkes yang sudah direvisi itu adalah Permenkes No. 30/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Permenkes No. 35/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dan Permenkes No.58/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Artinya, Permenkes yang baru saja dibuat jika dinilai tidak sejalan dengan pengawasan dan pelayanan kesehatan dapat direvisi. 

"Tentu merevisi sebuah aturan hukum diharapkan tidak menyebabkan kekosongan hukum. Karena itu, arah perubahan aturan hukum adalah revisi dan penyempurnaan agar sesuai dengan perkembangan yang ada," kata Saleh dari Dapil Sumut II itu. (Pemberitaan DPR RI) 

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas