Penyebab Jemaah Haji Indonesia Meninggal Mayoritas Disebabkan Penyakit Jantung
Penyakit jantung mendominasi kematian jemaah haji Indonesia di Tanah Suci.
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --Penyakit jantung mendominasi kematian jemaah haji Indonesia di Tanah Suci.
Tercatat hingga hari ke 28 operasional haji tahun ini, dari 14 kematian, 12 diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung.
Hal itu didasari data dari Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah. Data menunjukkan sampai Senin (27/6/2022), dari sebanyak 462 jemaah yang menjalani pemeriksaan rawat jalan, 42 diantaranya terkait dengan kelainan jantung.
Baca juga: Jelang Puncak Musim Haji 2022, Layanan Bus Shalawat Dihentikan Sementara
Sementara dari total 179 jemaah yang menjalani rawat inap, 13 diantaranya merupakan pasien jantung.
Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dr. Mohammad Rizki Akbar menyampaikan setidaknya terdapat tiga jenis kelainan jantung yang dialami oleh jemaah haji.
“Kelompok pertama yang paling banyak masuk kepada kelompok gagal jantung,” ungkap dr. Rizki.
Pada kelompok ini keluhan yang sering banyak muncul adalah sesak nafas. Selain itu juga mudah lelah saat beraktivitas, atau biasanya ditandai dengan adanya bengkak di tungkai kaki.
“Biasanya terjadi karena minum obat tidak teratur, atau aktivitas ibadah fisik yang terlalu berat” tambahnya.
Baca juga: 4 Orang Jemaah Haji Indonesia di Madinah Harus Diantar ke Mekkah Naik Ambulans
Kelompok kedua adalah pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada, lanjut dr. Rizki. Hal ini terjadi, dimungkinkan karena adanya penyempitan pembuluh darah di jantung.
Baca juga: Hadapi Puncak Musim Haji 2022, PPIH Tambah Petugas di Makkah
Sementara kelompok ketiga adalah pasien yang datang dengan keluhan berdebar, ujar dr. Rizki
"Ini karena adanya gangguan pada irama jantungnya” jelasnya.
dr. Rizki menyarankan, setiap merasakan keluhan, jemaah yang memiliki faktor risiko jantung harus segera menyampaikan kepada petugas kesehatan di kloter, baik kepada dokter maupun perawat, sehingga segera dapat dilakukan evaluasi terhadap kondisi jemaah dan diputuskan tindakan yang dibutuhkan jemaah.
“Sehingga mereka bisa langsung lakukan evaluasi apakah ini terkait dengan perburukan kondisi ataukah tidak. Dengan demikian kita bisa melakukan pelayanan pengobatan di KKHI,” pesan dr. Rizki.