Tangis Bahagia Kai Mardeka, Penyadap Karet Tunanetra dari Barito Utara Bisa Naik Haji
Namanya Mardeka bin Bidulan Imran. Pria berusia 79 tahun ini tak mampu menutupi rasa harunya bisa sampai ke Tanah Suci dengan sehat meski tunanetra.
Penulis: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Namanya Mardeka bin Bidulan Imran. Pria berusia 79 tahun ini tak mampu menutupi rasa harunya bisa sampai ke Tanah Suci dengan keadaan sehat.
Meski dengan keterbatasan, kedua matanya tak bisa melihat, Mardeka tak berhenti mengucap syukur.
Baca juga: Dalam Sepekan, 61 WNI Ditangkap di Arab Saudi Gara-gara Pakai Visa Haji Palsu
"Bersyukur, bangganya bukan main rasanya, sampai saya itu keluar air mata. Bersyukur banar (sangat bersyukur) sudah sampai ke sini, sampai Makkah," kata Mardeka dengan terbata-bata.
Berbicara dengan dialek bahasa Dayak Bakumpai, suara Mardeka terdengar lirih menahan haru.
Di pipinya menetes bulir air mata, menambah keharuan Sabtu (1/6/2024) petang Waktu Arab Saudi (WAS).
Mardeka lantas mengenang bagaimana dirinya sampai ke tanah Suci.
Dengan keterbatasannya, kedua matanya tak bisa melihat sejak 2023, Mardeka sangat bersyukur karena Allah izinkan dirinya sampai ke kota Makkah untuk melaksanakan serangkaian ibadah haji.
"Rasanya yang tidak mungkin jadi mungkin itu nah, meskipun dalam keadaan seperti ini bahagia rasanya sudah saya," ucapnya lagi sambil terus terisak.
Mardeka sangat terharu, karena tak pernah menyangka jika seorang penyadap Karet yang tunanetra sepertinya bisa memenuhi panggilan Allah menjadi duyufurahman (Tamu Allah) ke tanaha suci.
Kesehariannya sebagai petani Karet di Desa Kelahirannya di Desa Sikan Kecamatan Montalat Kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah. dijalani dengan prinsip sederhana.
Sebagai kepala keluarga, ia ingin mencukupi kebutuhan hidup istri dan 8 anak buah pernikahannya dengan Arsimah (74).
Mulai kebutuhan makan, sandang pangan hingga pendidikan yang dipikirkan Mardeka.
"Aku menyadap karet gasan makan anak bini. Yang anak handak sekolah kusekolahkan, kalau kada minat ya di rumah aja membantuku (aku menyadap karet untuk makan anak istri. Yang mau sekolah ya kusekolahkan, kalau yang tidak minat ya di sini membantu aku, Red)," kata Mardeka.
Menurutnya, rezeki halal mengumpulkan tetesan getah karet dari kebunnya ini hanya satu doanya, ingin membesarkan anak menjadi orang berguna.
"Hasil menyadap ni gasan (untuk) mengganalakan (membesarkan) anak jadi oramg berguna," ucapnya lirih.
Rupanya doa itu dijawab oleh Allah SWT.
Niat dan doa tulusnya sebagai orangtua rupanya dibalas Allah dengan bakti ke 8 anaknya.
Anak-anaknya berjibaku membiayai ayah dan ibunya agar bisa berhaji.
"Sekarang anak-anak yang saya besarkan menaikkan haji saya. Alhamdulillah, aku bersyukur," ucapnya, lagi-lagi dengan suara terputus-putus menahan agar tangisnya tak semakin deras.
Mardeka tak menyangka keinginan naik haji yang diniatkannya sejak 1980 diwujudkan anak-anaknya.
Mardeka didaftarkan sebagai jemaah haji sejak 2018 silam. Saat itu dirinya masih sehat.
Hingga tiba saat dipanggil 2023 lalu dia tahu akan masuk sebagai jemaah haji yang berangkat 2024, cobaan menghampirinya lagi.
Mardeka didiagnosa mengidap glukoma yang menyebabkan penglihatannya kabur.
Awalnya mata sebelah kanan, kemudian merembet ke kiri.
"Kanan awalnya kabur, lalu merembet ke kiri sampai kabur sama sekali," cerita Mardeka.
Tekad kuatnya ke Tanah Suci membuatnya bersemangat menempuh berbagai daya upaya pengobatan agar matanya sembuh dan bisa melihat lagi.
Mulai berobat ke spesialis mata di Banjarmasin Kalimantan Selatan, meski harus menempuh perjalanan sehari semalam dari desanya, tak menghalanginya bisa sembuh agar bisa naik haji dengan kondisi sehat.
Allah berkata lain, Mardeka harus menerima kenyataan jika dirinya bisa ke tanah suci dengan keterbatasan.
"Bapak ini menangis pas kami bilang gimana kalau umrah saja tidak usahberhaji karena kondisi bapak yang tidak bisa melihat ini. Tapi beliau menolak, tetap ingin naik haji," tutur Arsimah sang istri menceritakan betapa kuatnya niat Mardeka naik haji.
Mardeka pun pasrah menjalani kenyataan berhaji sebagai penyandang tunanetra.
Mandiri Melakukan Ibadah
Keterbatasan ternyata tak menghalangi Mardeka beribadah.
Ia pun menjalani ibadah umrah wajib dengan dibimbing istri, teman sekamar bersama Ketua Rombongan dan Ketua Kloter dan petugas Haji yang mendampinginya.
Berulangkali Mardeka mengucap syukur dan terimakasih karena semua jemaah haji satu kloternya sangat memerhatikannya.
Mardeka bahkan menyebut dua pemuda di kamarnya sebagai cucu, meski secara pertalian darah tak ada hubungan, namun kepedulian mereka mendekatkan mereka.
"Aku berterima kasih pada teman-teman, petugas, kepala rombongan juga cucu-cucuku di kamar ini sangat membantu aku," katanya.
Meski keberadaan Mardeka dengan keterbatan, orang-orang di sekitar Mardeka sepakat jika tak merasa direpotkan, karena Kai----demikian sapaan mereka untuk Mardeka yang artinya kakek) sangat mandiri.
Seperti saat salat, ketika adzan Magrib terdengar, Mardeka terlihat bergegas turun dari tempat tidur menuju kamar mandi sendiri, hanya sesekali istri juga Halik, Ketua rombongan yang sekamar dengannya mengarahkan kemana Mardeka harus berjalan.
"Pak Mardeka ini tidak merepotkan. Selama perjalanan dari desanya ke Muara Teweh lalu ke Banjarmasin sampai naik pesawat ke Arab tidak pernah merepotkan," kata Ketua Kloter BDJ-03, Abdul Majid Rahim.
Mardeka menempuh perjalanan panjang dari Barito Utara ke Arab Saudi.
Perjalanan dari desanya ditempuh dengan speedboat menyusuri sungai Kapuas menuju kota Muara Teweh (ibukota Barito Utara) selama 9 jam.
Sampai di Muara Teweh perjalanan Mardeka dilanjutakn ke Banjarmasin, ibukota provinsi tetanggga Kalimantan Selatan selama 9 jam perjalanan menggunakan bus.
Dari embarkasi Banjarmasin di Banjarbaru, Kai Mardeka pun terbang bersama ke bandara Madinah.
Demikian saat tiba di Madinah hingga ke Makkah, Mardeka terlihat beraktivitas seperti layaknya dia dirumahnya, semua dilakukan mandiri.
"Kadada (tidak ada, Red) mmebuat repot sidin (beliau). Apa-apa bisa sendiri, kalau pun kami ada di sampingnya sudah sewajarnya kan kita membantu sesama, tidak ada yang diistimewakan," kata Husain, pemuda teman sekamar Kai Mardeka yang disebut Mardeka sebagai cucu barunya.
Doa Kai Mardeka di Depan Kakbah
Membuktikan rasa syukur dan kelegaannya sampai kota suci Makkah, Mardeka mengaku paham dengan keterbatasannya sehingga ia pun menuruti apa kata petugas.
Pun saat petugas menyarankan Mardeka memakai skuter saat tawaf, kakek dari 25 cucu dan 13 orang cucu ini paham tak memaksakan diri mendekat ke dekat Kakbah.
"Meski tak melihat, bapak Mardeka seperti merasakan jaraknya ke Kakbah jauh, tapi beliau tak protes, meski terdiam sejenak. Namun beliau tetap berdoa khusyu dari lantai 3 tempat kami tawaf naik skuter," kata Halik, Ketua rombongan Mardeka.
Lantas, doa apa yang dipanjatkan Kai Mardeka di depan Kakbah?
"Aku berdoa, minta diberikan kekuatan.. kesehatan selama di taanh suci.
Aku mendokan semua keluarga, anak-anakku, cucuku dan orang-orang yang sudah baik padaku bisa dipanggil diberi rezeki yang banyak bisa ke tanah suci," kata Mardeka.
Usai berdoa, Mardika paham jika usia dan kondisinya tak bisa bohong, hingga ia minta tahalalul saat mau putaran ketiga tawaf.
"Jadi memang dari awal niat tawaf untuk orang sakit. Saat itu beliau merasa ada halangan karena prostat yang dialaminya, hingga selepas tawaf ketiga sudah minta tahalulu," kata Halik.
Mardeka pun masih tetap diajak menjalani proses sai dari bukit Shafa ke Marwa.
Ketua Kloter BDJ-03, Abdul Majid Rahim mengatakan pelayanan memang sudah diatur dalam juknis pelayanan jemaah lansia dan disabilitas.
"Mulai pelayanan ibadah, koordinasi sektor juga petugas medis dan akomodasi.Secara medis dan pendamping semua sudah diatur,' kata Kepala Kmeenag Kabupaten Barito Utara ini.
Makna Nama Mardeka dan Hari Proklamasi Kemedekaan RI 1945
Asda kisah lain di balik keharuian Mardeka naik haji. Nama Mardeka ternyata tak jauh dari kata Merdeka.
Sang ayah yang pejuang ternyata sengaja menamakan pria bertubuh tinggi ini demgan nama Mardeka untuk memaknsai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Ya, Mardeka dilahirkan di hari yang sama saat proklamasi 17 Agustus 1945 dibacakan. Beberapa jam sebelumnya, ia lahir, tepatnya saat jam 5 subuh.
Mardeka pun tumbuh dan besar layaknya anak sebayanya hingga kemudian ia menikah dan menjadi kakek dan buyut sekarang ini.
"Abah kami ni pelarian dari penjajah. Jadi saya lahir pas pagi subuh sebelum Hari proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945," kata Mardeka.
Penyuka sayur sulur kujang keladi dan kepala ikan telang mengenang perjalanan hidupnya.
"Pokoknya banyak bersyukur, badan bisa sehat, meski terbatas seperti ini," pungkasnya.