Australia Harus Minta Maaf Jika Terbukti Sadap SBY
Australia harus meminta maaf secara terbuka bila penyadapan benar-benar terjadi
Penulis: Ferdinand Waskita
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tindakan intelijen Inggris dan AS menyadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk kepentingan Australia dianggap tidak terpuji dan memalukan. Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika menyatakan Australia harus meminta maaf secara terbuka bila penyadapan benar-benar terjadi.
"Sebab persahabatan yang dibangun SBY selaku Presiden RI dengan Australia telah dikhianati negeri Kangguru tersebut," kata Pasek ketika dikonfirmasi, Senin (29/7/2013).
Pasek mengatakan selama SBY menjadi presiden, peran internasional Indonesia makin diperhitungkan dan disegani.
"Mereka itu selalu menghitung Indonesia. Hanya saja sangat disesalkan kalau melakukan cara-cara yang kotor dan merusak hubungan baik selama ini," ujar Politisi Demokrat itu.
Semestinya, kata Pasek, Australia melakukan kompetisi diplomasi yang fair bila ingin eksis dalam pergaulan dunia.
Pasek mengungkapkan sudah saatnya perangkat keamanan presiden menjaga dengan serius upaya-upaya seperti itu terulang kembali.
"Sebab tidak menutup kemungkinan mereka dan negara-negara besar lainnya melakukan praktek yang sama untuk kepentingan yang berbeda-beda," katanya.
Menurut Pasek, penyadapan kepada SBY merupakan cara-cara frustasi dari sebuah negara maju dan hanya menjatuhkan martabat negara itu sendiri.
"Mereka tampaknya kewalahan melihat laju kemajuan dan peran Indonesia yang semakin strategis di dunia internasional," katanya.
Sebelumnya, Perdana Menteri Australia, Kevin Rudd, dikabarkan mendapatkan manfaat dari laporan intelijen Pemerintah Inggris dan Amerika Serikat (AS), tentang sejumlah pemimpin negara Asia, termasuk Presiden SBY, dalam pertemuan puncak G20 di London, Inggris pada 2009.
Menurut pemberitaan The Age, laporan itu kemudian digunakan Kevin untuk mendukung tujuan diplomatik Australia termasuk kampanye untuk memenangkan kursi di Dewan Keamanan PBB.
''[Perdana Menteri] Rudd sangat tertarik dengan laporan intelijen para pemimpin Asia-Pasifik, diantaranya Yudhoyono, [Perdana Menteri India] Manmoham Singh, dan [mantan presiden Cina] Hu Jintao," ujar seorang sumber di intelijen Australia, yang minta dirahasiakan namanya, Minggu (28/7/2013).
"Tanpa dukungan intelijen yang disediakan oleh AS, kami tidak akan dapat memenangkan kursi," ujar pihak Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia dalam kondisi rahasia.
Dokumen intelijen yang sifatnya sangat rahasia itu, pertama kali dikirim ke Fairfax Media di bawah undang-undang kebebasan informasi, dan sempat juga disinggung oleh whistleblower intelijen AS Edward Snowden.
Snowden mengatakan, bahwa saat itu intelijen Inggris dan Amerika mentargetkan para pemimpin asing dan pejabat yang menghadiri pertemuan G20 tahun 2009 di London.
Mantan Perdana Menteri Australia, Julia Gillard juga telah diinformasikan mengenai informasi tersebut.
Kepala Divisi Pertahanan, Intelijen dan Berbagi Informasi Australia, Richard Sadleir pada 17 Juni 2013, bertemu dengan Gillard untuk melaporkan bahwa dokumen yang dibocorkan oleh Snowden merupakan bukti bahwa Markas Komunikasi Pemerintah Inggris (GCHQ), mengoperasikan Pemecah kemampuan intelijen untuk mencegat komunikasi.
Kemampuan pengumpulan intelijen GCHQ di pertemuan G-20 itu diantaranya dapat menembus sistem keamanan smartphone BlackBerry delegasi untuk memantau email dan panggilan telepon.
Selain itu mendirikan warung internet yang memiliki program intersepsi email dan program mata-mata pasword akses dunia maya para delegasi.