TKI Asal NTT Terancam Hukuman Mati di Malaysia
Wilfrida Soik, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT), terancam hukuman mati di Malaysia.
Penulis: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wilfrida Soik, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT), terancam hukuman mati di Malaysia.
Kasus tersebut sudah beberapa kali menimpa TKI di luar negeri. Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka mengatakan, Wilfrida sebenarnya juga menyalahi aturan saat diberangkatkan ke Malaysia.
Sebab, sesuai aturan, seorang TKI minimal harus berumur 18 tahun, sedangkan Wilfrida saat itu masih berusia 17 tahun.
"Dia kena proses hukum karena dituduh membunuh majikan. Padahal, dia korban perdagangan manusia berkedok TKI," kata Rieke dalam jumpa pers di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (28/8/2013).
Wilfrida dituduh membunuh majikannya, Yeap Seok Pen (60). Menurut Wilfrida Soik, peristiwa pada 7 Desember 2010 adalah upaya membela diri dari tindakan kekerasan, dengan melawan dan mendorong hingga jatuh, sehingga berujung kematian.
"Kabar terakhir KBRI, JPU meminta bukti soal usia, dan kabar berikutnya akan diupayakan hadir perwakilan langsung NTT, uskup, dan lainnya," ujar Rieke.
Wilfrida diberangkatkan ke Malaysia pada 23 Oktober 2010 melalui jalur Jakarta-Batam-Johor Baru. Saat itu, ia berumur 17 tahun, yang dikuatkan dengan surat baptis yang dikeluarkan Gereja Katolik Paroki Roh Kudus Kolo Ulum. Namun, pada paspor Wilfrida tercatat ia berumur 21 tahun.
"Wilfrida merupakan korban sindikat perdagangan manusia," ucap Rieke.
Saat ini, Wilfrida Soik menjalani masa penahanan di Penjara Pengkalan Chepa, Kota Bahru, Kelantan. Wilfrida sudah menjalani beberapa kali persidangan. Sementara, KBRI Kuala Lumpur telah menunjuk pengacara dari kantor pengacara Raftfizi dan Rao untuk membela Wilfrida.
Direktur Migran Care Anies Hidayah berharap DPR memantau langsung jalannya persidangan. Itu sebagai bentuk dukungan kepada Wilfrida.
Pemerintah Indonesia juga diminta harus lebih serius melakukan upaya pembelaan hukum terhadap Wilfrida, yang saat peristiwa terjadi masih di bawah umur.
"Pemerintah NTT harus lebih proaktif melakukan upaya-upaya pembelaan baik melalui pemantauan terhadap sidang yang berlangsung," tuturnya. (*)