Menlu Jepang-Marzuki Darusman Bahas Masalah Penculikan Warga Jepang
Marzuki Darusman yang sejak 8 Mei 2013 menjadi anggota Utusan khusus PBB untuk masalah HAM di Korea Utara, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jepang.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo di Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Marzuki Darusman (69), pengacara dan politisi Indonesia, yang sejak 8 Mei 2013 menjadi anggota Utusan khusus PBB untuk masalah HAM di Korea Utara, bersama Michael Kirby dan Sonja Biserko, Selasa (8/4/2014) bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jepang, Fumio Kishida.
"Kami menyambut baik kedatangan Marzuki dan sangat senang dapat berbicara dengannya," ungkap menlu mengomentari kedatangan Marzuki di Jepang.
Keduanya menyepakati pembuatan resolusi awal mengenai masalah penculikan warga Jepang oleh Korea Utara, guna membangkitkan opini publik internasional lebih lanjut dan untuk bekerja sama lebih erat lagi di masa depan dengan pihak PBB.
Marzuki mengatakan, anggota penyelidik Komisi PBB, menerbitkan laporan PBB bulan Februari lalu, yang mengutuk situasi hak asasi manusia di Korea Utara. Menlu Kishida pun menyampaikan rasa senang dan penghargaan serta menyambut baik laporan tersebut.
Marzuki Darusman mengatakan pemerintah Korea Utara bertanggungjawab atas serangan sistematis dan luas terhadap populasi sipil. Menurutnya, pelanggaran HAM di negara itu mencapai titik kritis.
"Saya percaya bahwa banyak atau mungkin semua dari sembilan pola pelanggaran yang teridentifikasi di laporan saya, yang merupakan kejahatan atas kemanusiaan, dilakukan sebagai bagian dari serangan sistematis dan luas terhadap populasi sipil," kata Marzuki.
Sekitar dua ratus ribu orang, termasuk anak-anak, diyakini disekap di koloni-koloni kerja paksa, banyak yang ditahan hanya karena masih memiliki hubungan saudara dengan tahanan lain.
AS dan para sekutunya menyerukan penyelidikan komisi internasional atas pelanggaran-pelanggaran itu, sebuah langkah yang pada akhirnya bisa membawa Korea Utara ke hadapan mahkamah internasional.
Perwakilan Korea Utara di Dewan HAM PBB di Jenewa mengatakan hal itu adalah sebuah rencana politis untuk meningkatkan tekanan internasional.