Raksasa Ritel Pakaian 'Uniqlo' Ancam Wartawan yang Liput Kondisi Pekerjanya
Raksasa perusahaan ritel pakaian asal Jepang, Uniqlo, yang baru membuka cabangnya di Indonesia, ternyata memiliki predikat buruk di negeri asalnya.
Laporan Richard Susilo, Koresponden Tribunnews.com di Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Raksasa perusahaan ritel pakaian asal Jepang, Uniqlo, yang baru membuka cabangnya di Indonesia, ternyata memiliki predikat buruk di negeri asalnya.
Uniqlo, dipersepsikan warga negeri matahari terbit tersebut sebagai perusahaan yang menindas karyawannya sendiri. Alhasil, warga Jepang lebih sering menyebut nama perusahaan itu sebagai "Black Kigyo."
Menurut informasi yang dihimpun Tribun, seorang mantan karyawan Uniqlo yang merasa tertindas, sukses memenangkan perkara di pengadilan Tokyo tahun lalu melawan perusahaan tersebut.
Termutakhir, Profesor Universitas Hosei, Shigo Takeda, dalam kolomnya di Tokyo Shimbun edisi 17 April 2014, mengecam Uniqlo.
Dalam kolomnya, Profesor Takeda menuliskan bahwa perusahaan itu pernah mengecam wartawan yang mau meliput tempat kerja karyawan Uniqlo.
"Berhentilah (Uniqlo) menggugat dan mengancam wartawan yang meliput situasi nyata tempat kerja perusahaan," tulis sang profesor.
Profesor Takeda menuliskan, kecaman berbagai pihak menjadi tamparan keras terhadap para pendiri Uniqlo.
Pasalnya, kata dia, tepat setahun silam, para pendiri Uniqlo secara bangga mengumumkan mampu meraih omzet 1 triliun Yen sehingga kesejahteraan karyawannya juga meningkat.
Menurut sang profesor, perlakuan tidak manusiawi terhadap karyawan tersebut, merupakan akibat dari ambisi para pendiri Uniqlo yang ingin menjadi nomor satu dalam dunia bisnis ritel serta industri pakaian.
Tampaknya, kecaman Profesor Takeda tersebut, bisa menjadi "warning" bagi masyarakat Indonesia yang ingin menikmati pakaian Uniqlo. Pun warga yang ingin menjadi karyawan cabanga perusahaan tersebut.