Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jamaah Haji Harus Jujur dan Terbuka tentang Kondisi Kesehatannya

Angkanya sekitar 60 persen yang didominasi hipertensi, diabetes, dan penyakit metabolik.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Jamaah Haji Harus Jujur dan Terbuka tentang Kondisi Kesehatannya
Tribun Kaltim/ Kholish Chered
Jamaah haji Indonesia saat beribadah di area yang lengang di Masjidil Haram, Kamis (18/9/2014) malam. (Kholish Chered) 

Laporan Wartawan Tribun Kaltim Kholish Chered

TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengemban tugas yang tidak ringan ketika memberangkatkan delegasi "superbesar" berjumlah 168.800 orang untuk agenda suci, ibadah haji, setiap tahunnya ke tanah suci.

Pasalnya, sekitar 93 persen dari calhaj yang berangkat setiap tahunnya belum pernah berhaji. 42 persen yang berangkat juga umumnya mengenyam pendidikan dasar, sehingga diperlukan dukungan pelayanan maksimal dari pemerintah.

Data dari Pusat Kesehatan Haji (Puskeshaj) Kementerian Kesehatan RI pun menunjukkan, mayoritas calhaj merupakan pasien risiko tinggi yang perlu mendapatkan penanganan maksimal sebelum berangkat ke tanah suci.

Angkanya sekitar 60 persen yang didominasi hipertensi, diabetes, dan penyakit metabolik.

Sayangnya, masih banyak jamaah haji Indonesia yang tidak jujur dan terbuka tentang kondisi kesehatannya.

Akibatnya penyakitnya kambuh bahkan semakin parah. Sedangkan perawatan di tanah suci semestinya hanya dalam kondisi emergency.

Berita Rekomendasi

Karena itu, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) mengimbau agar para jamaah selalu jujur dan terbuka tentang kondisi kesehatannya. Tidak perlu khawatir bakal ada hambatan-hambatan beribadah akibat keterbukaan itu.

"Tipologi pasien kita, ketika dilakukan visitasi (kunjungan medis), mereka enggan menyampaikan keluhan. Mereka khawatir akan ada dampak dilarang melaksanakan ibadah. Itu yang paling sulit kita intervensi. Namun kami terus melakukan pendekatan," kata Kasi Kesehatan PPIH Daker Makkah, dr Muhammad Ilyas, Sp.PD, Sp.P.

"Bahkan di tanah air ada yang berani berbohong untuk menyembunyikan penyakitnya. Mereka takut sudah antre bertahun-tahun namun bisa gagal berangkat," kata dokter yang bertugas di RS Wahidin Sudirohusodo itu, menambahkan.

Selama ini di Indonesia belum ada regulasi khusus yang melarang penyakit-penyakit tertentu. "Mereka tetap diberangkatkan, selama tim pelayanan di embarkasi menilai layak terbang," katanya.

Tentunya setelah dirawat sampai pulih di embarkasi atau setelah mendapatkan perawatan berkelanjutan.

Sebenarnya permasalahan risiko tinggi bisa diantisipasi dengan pengobatan maksimal di tanah air sebelum berangkat. Dan bila diperlukan, jamaah bisa membawa obat-obat untuk kebutuhan 40 hari di tanah suci. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas