Penerima Visa Undangan dari Saudi Tinggal di Istana Diyafah
Maklum, jamaah dari jalur ini tidak terdaftar di Kementerian Agama RI maupun Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).
Editor: Rendy Sadikin
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered dari Arab Saudi
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Keberadaan jamaah haji Indonesia non kuota masih menjadi masalah tersendiri. Pasalnya, banyak diantara mereka ditelantarkan di tanah suci oleh travel yang memberangkatkan. Maklum, jamaah dari jalur ini tidak terdaftar di Kementerian Agama RI maupun Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).
Kepala Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Makkah, Endang Jumali, mengatakan kebijakan pemerintah Saudi sudah jelas dalam perhajian, apalagi dengan sistem e-hajj. Bahwa visa haji hanya akan diterbitkan untuk jamaah resmi (baik reguler maupun khusus), petugas, dan undangan.
"Kebijakan pemerintah kita, tidak ada rekomendasi diluar kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah Saudi. Yaitu jamaah resmi, petugas, dan undangan. Menjadi domain pemerintah Saudi ketika ada visa yang terbit diluar itu. Kita tidak memberikan rekomendasi," katanya.
Terkait pola undangan, umumnya Indonesia mendapatkan sekitar 200 undangan per tahun. "Rabithah Alam Islami memberikan visa undangan kepada ormas Islam atau tokoh masyarakat. Para undangan akan ditempatkan di Istana Diyafah, di Aziziyah," katanya. Kalau di penampungan? "Bisa dijawab sendiri lah," kata Endang sambil tertawa.
Lantas, apakah undangan dari Kerajaan Saudi Arabia bisa diperjual belikan? "Itu oknum. Peluang itu ada. Yang jelas kebijakan pemerintah kita, penerbitan visa hanya yang tiga itu," katanya.
Terkait jamaah non kuota yang masuk ke Saudi, ketika mereka masuk dengan visa haji, maka wajib diproses oleh keimigrasian Saudi. "Mereka wajib bayar general fee services 277 USD. Nantinya di Makkah ditempatkan di Maktab khusus bernama Furodah. Nantinya ketika di Arafah mereka juga akan menempati maktab khusus," katanya.
Lantas, bagaimana bila ada jamaah non kuota yang sakit atau kesulitan?
"Siapapun mereka, pemerintah wajib memberikan pertolongan. Kami tetap memberikan pelayanan. Dengan catatan, dokumennya kita lengkapi. Biasanya kita akan keteteran pada saat pendataan. Karena tidak ada gelang identitas dan maktab yang jelas," katanya.
Lantas, bagaimana tindakan pemerintah terhadap pihak-pihak yang memberangkatkan haji non kuota? "Ketika mereka memiliki izin, tapi mengeluarkan semacam visa yang ilegal, maka sanksinya izinnya akan dicabut," katanya.
Endang mengatakan jumlah jamaah haji non kuota jumlahnya semakin menurun. "Apalagi kita tidak memberikan rekomendasi. Kalau jamaah khusus pasti ada izin resmi. Saat ini ada 263 perusahaan haji khusus (PIHK). Yang mengurus barcode 139 perusahaan. Dan yang sudah melapor 20 PIHK," katanya.
Endang pun tak menampik ada warga yang berhaji dengan menggunakan visa pekerja. "Ya ada juga. Kan banyak pegawai katering yang berhaji dengan visa pekerja. Karena tidak dapat maktab, akhirnya banyak yang ikut masuk di maktab jamaah reguler saat di Armina," katanya.
Informasi yang dihimpun Tribun, jamaah non kuota "ilegal" bisa masuk dari tiga jalur. Yaitu menggunakan visa pekerja yang dijual belikan, calling visa yang dijual belikan, juga ulah oknum yang sengaja bermain dalam proses penerbitan visa haji. Menteri Agama RI mengatakan akan melacak modus dan pengirim jamaah haji khusus tersebut.