Tiga Menteri Kabinet Jokowi Punya Hubungan Dekat dengan Australia
Setidaknya tiga menteri dalam kabinet kerja Presiden Jokowi memiliki hubungan dekat dengan Australia.
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM- Setidaknya tiga menteri dalam kabinet kerja Presiden Jokowi memiliki hubungan dekat dengan Australia. Mereka adalah Menteri Sekretaris Negara Prof. Pratikno, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Prof. Yohana Yembise.
Kalau Prof Pratikno dan Prof Yohana Yembise memiliki hubungan dengan Australia karena pernah menempuh pendidikan S3 di Benua Kanguru, bagi Menlu Retno Marsudi, Australia adalah pos luar negeri pertama yang dijalaninya sebagai diplomat karier.
Pratikno menamatkan pendidikan S3 di bidang ilmu politik dari Universitas Flinders di Australia Selatan tahun 1997. Sejak menjadi Rektor Universitas Gadjah Mada Yogyakarta di tahun 2012, Pratikno mulai menjalin hubungan yang lebih erat antara UGM dan Flinders, dan dalam skala yang lebih luas menjajaki kemungkinan hubungan kota kembar antara Adelaide dan Yogyakarta.
Sebelum menjadi Rektor UGM, Prof Pratikno menjadi Dekan Fisipol di universitas yang sama, dan selama kampanye pemilihan presiden Jokowi, menjadi salah seorang tim ahlinya.
Sementara Prof Yohana Yembise adalah wanita pertama yang berasal dari Papua yang menyandang gelar professor, dan sekarang menjadi wanita pertama asal Papua yang menjadi menteri di Indonesia.
Prof Yohana menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Cendrawasih dan S2 di Kanada, sebelum menyelesaikan pendidikann S3 di Universitas Newcastle di bidang pendidikan keguruan di tahun 2007.
Sekembalinya ke Papua, Prof Yohana juga terlibat sebagai ketua tim seleksi guru bahasa Inggris SMP, SMK, SMA di kabupaten Merauke untuk persiapan pengiriman guru bahasa Inggris ke Sunshine Coast University Australia.
Di tahun 2013, Prof Yohana mendapat penghargaan dari Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty, karena menjadi salah seorang paling berprestasi dalam penerima beasiswa ADS (Australian Development Scholarship).
Kalau Prof Pratikno dan Prof Yembise tinggal selama beberapa tahun untuk melanjutkan pendidikan di dua negara bagian berbeda, Australia Selatan dan New South Wales, Menlu Retno Marsudi menghabiskan waktu selama empat tahun, dari 1990-1994 di ibukota Australia Canberra.
Ini adalah penugasan ke luar negeri pertama bagi tamatan jurusan Hubungan Internasional UGM Yogyakarta tersebut untuk bekerja di Canberra sebagai kepala bagian penerangan KBRI di bawah Dubes Sabam Siagian.
Dalam wawancara dengan media, Retno mengingat pengalamannya di Australia mengesankan karena ketika itu masalah Timor Timur menjadi isu hangat internasional menyusul terjadinya peristiwa Santa Cruz di tahun 1991 yang menewaskan sekitar 250 warga.
Peristiwa penembakan itu mengakibatkan terjadinya berbagai protes di Australia. Retno terkena langsung aksi protes ini dimana mobilnya sempat penyok dipukul oleh demonstran, dan juga disiram dengan susu ketika dia pergi berbelanja.
"Setiap diplomat mendapat penjagaan ketat 24 jam dari polisi karena kami mendapat ancaman. Anak saya yang ketika itu masih taman kanak-kanak tidak bisa sekolah selama seminggu. Dan bahkan pernah satu hari kami tidak bisa keluar kantor sama sekali." kata Retno Marsudi dalam wawancara dengan tabloid wanita Indonesia, Nova.
Sebelum diangkat menjadi Menlu kemarin, Retno Marsudi adalah Dubes Indonesia untuk Belanda, dan pernah juga sebelumnya menjadi Dubes di Norwegia. Dia menjadi wanita Indonesia pertama yang diangkat menjadi menteri luar negeri.(ABC/Australia)