Tentara Nigeria Diduga Siksa 8.000 Orang dalam Perang Boko Haram
Kemiliteran Nigeria dituduh menjadi penyebab kematian 8.000 warga sipil pada pertempuran melawan ekstremis Boko Haram.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ruth Vania Christine
TRIBUNNEWS.COM - Kemiliteran Nigeria dituduh menjadi penyebab kematian 8.000 warga sipil pada pertempuran melawan ekstremis Boko Haram.
Amnesty International, grup pembela HAM di London, mengatakan mereka ingin menuntut para tersangka penindak kejahatan dan mendesak pemerintah Nigeria yang baru saja terpilih untuk memperhatikan penganiayaan ini.
"Kemiliteran Nigeria, termasuk para komandan senior kemiliteran, harus diinvestigasi atas partisipasinya, sanksinya atau kegagalannya dalam mencegah kematian lebih dari 8.000 orang, yang telah terbunuh, kelaparan, menderita, dan dianiaya hingga tewas," demikian pernyataannya.
Kemungkinan korban tewas bahkan akan meningkat hingga sekitar 13.000 orang.
Menteri Keamanan Nigeria mengatakan pernyataan tersebut sebagai suatu hal yang "bias" dan menganggap itu hanyalah usaha organisasi itu untuk memeras hirarki kemiliteran.
Boko Haram selama ini telah berperang agar Hukum Islam diberlakukan di sepanjang daerah utara Nigeria. Mereka membinasakan penduduk-penduduk setempat dan menculik ribuan wanita dan anak-anak.
Namun, menurut Amnesty, di lain sisi, kemiliteran Nigeria pun melakukan banyak kekerasan. Para pasukan telah menahan lebih dari 20.000 orang, termasuk anak-anak berusia sembilan tahun dan seringkali tanpa bukti jelas, dengan kondisi brutal hingga menyebabkan kematian.
"Beberapa mantan tahanan dan narasumber senior kemiliteran menceritakan bagaimana para tahanan disiksa hingga tewas - digantung di atas api, dilemparkan ke jurang, atau diinterogasi dengan setruman," tambah laporan Itu lagi.
Sejumlah lima pejabat yang dikatakan terlibat dalam tindak kejahatan: Mayjen John Ewansiha, Mayjen Obida Ethnan, Mayjen Ahmadu Mohammed, Brigjen Austin Edokpayi, dan Brigjen Rufus Bamigboye, didesak Amnesty untuk diinvestigasi oleh pemerintah.