Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli Matematika Malah Jadi Penari di Jepang

Awalnya sih gak tertarik Jepang, malahan tertarik Belanda

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Ahli Matematika Malah Jadi Penari di Jepang
Foto Richard Susilo
Gini Nalar Arjani (25), Uehara Sutini (47) dan Phepy Nurdinah (35) para penari yang tergabung ke dalam Komunitas Budaya Indonesia di Jepang (KSBIJ) 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Nasib orang memang berbeda-beda dan kadang kita sendiri tak mengerti jalannya ke arah lain.

Seperti penari Indonesia cantik yang masih muda ini, Gini Nalar Arjani (25), ahli matematika, guru matematika, malah kini fokus jadi penari Indonesia di Jepang.

"Saya belajar nari dari usia 6 tahun selama sekolah dasar baik tarian Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Lalu SMP fokus 3 tahun tari Betawi dan SMA fokus tari Saman dari Aceh. Kemudian ambil sanggar tari Bali 4 tahun full sampai lulus universitas jurusan matematika sambil ikut ujian negara mendapatkan sertifikat dari Depdikbud. Lalu setelah lulus jadi guru Matematika," paparnya khusus kepada Tribunnews.com baru-baru ini.

Ketagihannya menari sampai-sampai saat pertama kali ke luar negeri ke Thailand untuk menari dengan undangan dari menteri perdagangan hanya semalam di negeri gajah putih tersebut.

"Saat itu saya sudah janji sama ayah, saat wisuda pasti hadir. Jadi saya ke Thailand, menari, lalu balik lagi ke Jakarta tiba jam 1 pagi dan jam 4 pagi sudah harus siap-siap di wisuda. Ayah juga bilang tak boleh sekolah tari, cukup sanggar saja," jelasnya lagi.

Namun kini setelah menikah dengan orang Indonesia tahun 2006 malah ke Jepang dan meneruskan tarinya di Jepang bersama teman Indonesia lainnya.

Berita Rekomendasi

"Awalnya saya tak punya tema lalu suami cari-cari di Facebook ketemu mbak Atin (Uehara Sutini, 47) dan sampai kini kita aktif menari bersama di berbagai kegiatan di Jepang," ungkapnya lagi.

Gadis cantik yang mengaku hanya mau dengar yang positif saja, hanya mengotorkan energi saja kalau dengar yang jelek, "I don't care yang jelek," katanya, tampak tersadarkan juga dengan kenyataan yang ada saat ini.

"Awalnya sih gak tertarik Jepang, malahan tertarik Belanda karena ilmu matematika saya bisa berkembang di sana. Tapi jodoh di sini, ya sementara matematika vacuum dulu deh ya," lanjutnya sambil tertawa.

Lain lagi dengan Atin yang memang sejak kecil sudah fokus dengan tarian.

"Sedih rasanya hampir tak ada karena memang sejak kecil suka tari sejak kelas dua sekolah dasar. Dekat rumah saya juga ada mahasiswa Institut Seni Indonesiapesta di tiap wilayah ikut kecanduan sampai sekarang atin. Lalu di tiap wilayah ada pesta saya ikut serta eh malah keasyikan. Lalu SMA sekolah tari kejuruan tari Nusantara ya Bali, Jawa Klasik dan sebagainya," ungkap Atin kepada Tribunnews.com.

Kalau di Jepang, Atin mengakui belajar tarian otodidak dengan membuka YouTube mencari sendiri lalu belajar dari sana berbagai tarian.

Kemudian mengikuti perjalanan karir kerja suami orang Jepang, Atin pun ke Numazu di perfektur Shizuoka. Ikut berbagai kegiatan internasional di sana. Akhirnya kesenangan yang terpendam muncul kembali menari di kegiatan internasional di sana, paparnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas