Wartawan Jepang Junpei Yasuda yang Hilang di Syria Terancam Dibunuh
Wartawan lepas Jepang, Junpei Yasuda (41) yang menghilang sejak Juli 2015 di Syria, diketahui kini sedang di ujung tanduk, akan dibunuh segera.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Wartawan lepas Jepang, Junpei Yasuda (41) yang menghilang sejak Juli 2015 di Syria, diketahui kini sedang di ujung tanduk, akan dibunuh segera atau dijual kepada grup teroris lain.
"Saya kenal dia memang ingin mengusut dan membuat cerita mengenai pembunuhan Kenji Goto wartawan lepas Jepang yang dibunuh ISIS Januari 2015," ungkap sumber Tribunnews.com, seorang wartawan Jepang, Jumat (25/12/2015).
Sumber tersebut juga mengungkapkan Yasuda kini sedang berada di ujung tanduk.
Menurutnya, ada kemungkinan keterlambatan penyelamatan lagi sehingga Yasuda kemungkinan akan bernasib sama seperti Goto di bulan Januari lalu.
"Kecuali kalau segera dibayarkan uang yang diminta kelompok penculik tersebut," katanya.
Kelompok Reporters Without Borders (RSF) yang bermarkas di Paris juga melaporkan hal serupa.
"Kelompok Islam Al-Nusra di Syria telah menahannya dan telah menghitung mundur. Apabila tidak dibayar permintaan kelompok tersebut, Yasuda akan dibunuh, atau dijual kepada kelompok teroris lain," ungkapnya.
Yasuda yang lulusan Hitotsubashi University Tokyo, memasuki Syria melalui Turki. RSF berharap pemerintah Jepang menyelamatkan Yasuda.
"Kami mengimbau semua pihak agar menghormati para kuli tinta dalam pekerjaannya dan menghentikan menangkap wartawan demi politik dan atau kepentingan finansial belaka," kata Benjamin Ismaïl, kepada RSF untuk Asia-Pacific.
Pemerintah Jepang lewat Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga, Kamis (24/12/2015) mengetahui adanya kasus ini namun masih belum mau mengungkapkan lebih lanjut.
"Kami masih terus memonitor dan menyelidiki kasus ini lebih lanjut," paparnya.
Ibunda Yasuda mengungkapkan bertemu terakhir dengan putranya Mei lalu. Setelah itu tak ada kabar lagi.
"Kami hanya menanti saja. Mudah-mudahan pemerintah bisa ikut membantu kepulangan anak saya," katanya kepada pers.
Gubernur Perfektur Saitama, tempat asal Yasuda, Kiyoshi Ueda, Kamis (24/12/2015) juga berharap bisa membantu mencarikannya.
"Jalur pencarian dan informasinya adalah Kementerian Luar Negeri. Tetapi dari sana belum mau berkomentar apa pun, jadi saya pun juga tidak bisa apa-apa, tak ada komentar yang bisa saya berikan," ungkapnya.
Melalui twitter tanggal 19 Juni Jumpei mengkritik Jepang sebagai negeri penakut. Berikut pesannya:
"Wartawan dari barat dan dari Asia masuk Syuriah, bahkan mahasiswi muda juga meliput Syria. Namun Jepang kepada wartawannya yang ingin ke Syria belum apa-apa polisi sudah menelepon. Benar-benar negeri ayam (penakut)," tulisnya.
Pihak Kementerian Luar Negeri Jepang sejak kasus dibunuhnya dua warga Jepang akhir tahun lalu dan Januari lalu, telah mengeluarkan peringatan kepada warganya agar jangan pergi ke Syria. Peringatan dengan level tertinggi bahaya.