Geger Tes Keperawanan di Afganistan, Disaksikan Pria dan Diwarnai Penyiksaan
Para wanita dan gadis Afganistan kerap digiring paksa untuk mengikuti tes keperawanan oleh dokter pemerintah.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM - Para wanita dan gadis Afganistan yang diduga melakukan 'kejahatan moral' kerap digiring paksa untuk mengikuti tes keperawanan oleh dokter pemerintah.
Tes itu meliputi wilayah liang senggama dan lubang anus.
Hal yang menyakitkan yaitu tes keperawanan tersebut disaksikan oleh petugas pria dan diwarnai penyiksaan dengan efek yang mengerikan.
Sebagian besar wanita diperiksa lebih dari sekali.
Masalah itu disampaikan oleh Komisi HAM Independen (IHRC) Afganistan, seperti dirilis Reuters, Selasa (1/3/2016).
Menurut IHRC, tes keperawanan ini telah menghebohkan Afganistan dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Penegakan HAM dan kehidupan kaum perempuan masih merupakan tantangan terbesar di Afganistan dalam 15 tahun setelah penggulingan rezim garis keras Taliban oleh militer yang didukung Amerika Serikat.
IHRC merujuk sebuah hasil penelitian tahun lalu.
Sebanyak 53 wanita dan gadis telah diwawancarai di selusin provinsi di Afganistan.
Ada 48 orang di antaranya mengaku dipaksa untuk mematuhi uji ginekologi wajib setelah dituduh berzinah atau melarikan diri dari rumah.
Temuan penelitian ini dipublikasikan Human Rights Watch, Senin.
Mereka yang dipaksa mengikuti tes ialah gadis atau wanita yang meninggalkan rumah tanpa izin, termasuk seorang gadis belia berusia 13 tahun.
Kasus terakhir ini, menurut hukum Afganistan, bukan kejahatan.
"Karena tes ginekologi itu dilakukan tanpa persetujuan korban, dapat dianggap sebagai pelecehan seksual dan pelanggaran HAM," kata komisi sambil menambahkan bahwa tes keperawanan itu melanggar semangat konstitusi Afganistan dan prinsip-prinsip internasional.
Otoritas di Kabul mengklaim bahwa tes itu untuk memverifikasi apakah seorang wanita telah melakukan hubungan seksual di luar nikah.
REUTERS/KOMPAS.com
Namun, kebenaran dan efektivitas tes itu telah menimbulkan kehebohan dan dibantah oleh para ilmuwan.
HRC dan IHRC mengatakan, tes itu tidak memiliki dasar ilmiah.
Dalam beberapa kasus, wanita yang tidak dapat membuktikan bahwa mereka masih perawan akan mengalami kekerasan dan penyiksaan pada hari pernikahan.
Bahkan ada yang disiksa sampai tewas.
"Ujian keperawanan merendahkan,” kata peneliti senior HRW Heather Barr dalam satu pernyataan.
Dia menyerukan kepada pemerintah untuk secara eksplisit melarang tes tersebut dan mengakhiri penangkapan perempuan yang pergi meninggalkan rumah tanpa izin.