Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Perawat Indonesia Sempat Stres Gara-gara Tak Lulus Ujian Perawat di Jepang

Perawat Indonesia kelahiran Tapanuli Utara 10 September 1982 ini dulu sempat menangis.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kisah Perawat Indonesia Sempat Stres Gara-gara Tak Lulus Ujian Perawat di Jepang
Istimewa
Jahisar Binjori dan istri serta kedua anaknya. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Perawat Indonesia kelahiran Tapanuli Utara 10 September 1982 ini dulu sempat menangis.

Dia stres berat karena menghadapi ujian perawat Jepang tidak lulus-lulus. Namun kini sukses dan dicintai para pasiennya di Jepang.

"Saya awalnya benar-benar nol, tidak mengerti bahasa Jepang, hanya satu minggu dilokalisir di daerah Pondok Gede, Jakarta untuk bimbingan menuju Jepang. Barulah enam bulan belajar bahasa Jepang di Jepang sejak Agustus 2008, angkatan pertama," kata Jahisar Binjori, perawat Indonesia dalam program pengiriman perawat Indonesia ke Jepang (G to G), khusus kepada Tribunnews.com, Senin (20/6/2016) malam.

Anak bungsu dari 8 bersaudara ini sebenarnya hendak ke Australia setelah lulus dari Stikes di Jakarta Timur, namun malah takdir mengubah jalan hidupnya, melamar ke Depnaker dan mengikuti ujian serta wawancara akhirnya diterima dan berangkat ke Jepang.

"Tiga kali saya ikut ujian akhirnya Maret 2011 dinyatakan lulus sebagai perawat nasional Jepang. Kini mesti buat laporan semuanya dalam bahasa Jepang, agak repot juga sih, tapi ya apa boleh buat harus dilakukan setiap hari," lanjut pemilik sertifikat N-2 kecakapan bahasa Jepang itu.

Akibat tidak lulus tiga kali itulah Binjori sempat stres berat dan menangis. Namun sadar akan tujuannya ke Jepang untuk berjuang supaya sukses, maka ditekuni lah pelajaran medis dalam bahasa Jepang dan akhirnya lulus juga.

Binjori yang beragama Kristen, bertemu perawat Indonesia seangkatannya, wanita Indonesia dari Depok, menikah dan kini dikaruniai putra-putri yang cantik, masing-masing satu tahun dan 3,5 tahun.

Berita Rekomendasi

"Dia juga perawat di Kashiwa tapi karena jauh akhirnya ke luar dari rumah sakit tersebut, bergabung dengan satu kelompok usaha rumah sakit di mana saya bekerja di Perfektur Tochigi saat ini. Syukurlah kita berdua di Tochigi tak ada masalah kini," katanya.

Meskipun sudah delapan tahun tinggal di Jepang, Binjori tetap mengakui masih belum fasih berbahasa Jepang terutama dalam menuliskan dalam kanji. Itulah yang membuatnya agak stres dan lelah bekerja di Jepang.

"Kalau istri sih suka banget kerja di Jepang, betah dia, tapi kalau saya kayaknya ingin pulang, bikin usaha sendiri di Indonesia, belum tahu usaha apa," kata dia.

Kenikmatan hidup di Jepang menurutnya mengenai biaya kesehatan yang terjangkau.

"Apalagi kalau anak sakit bisa dibawa ke rumah sakit dan gratis, sangat membantu meringankan kehidupan kita. Banyak yang gratis untuk anak kita," katanya.

Meskipun demikian karena suami istri bekerja di Jepang, anaknya harus dititipkan ke Tempat Penitipan Anak (hoikuen) dan biayanya lumayan besar per bulan sekitar 70.000 yen.

Lalu apa yang telah diperolehnya dari warga Jepang selama delapan tahun mengabdi di rumah sakit yang sama?

"Entah saya sendiri tidak tahu, tapi para pasien dan teman-teman bilang orang Indonesia suka senyum dan ramah, itulah yang disukai mereka. Para pasien saya juga kini sering mencari saya karena katanya saya ramah. Saya sih biasa saja kayaknya," katanya.

Di Jepang Binjori memang bekerja dengan sangat rajin, tepat waktu, selalu menyimpan ponselnya saat jam kerja sehingga tak mungkin kita menghubungi ponselnya pada jam kerja. Satu-satunya cara menghubunginya hanya lewat telepon operator rumah sakit tempat dia bekerja.

"Dulu sebenarnya kita bekerja berdua dengan perawat orang Indonesia juga wanita, tetapi dia pulang ke Indonesia tahun 2011 karena tidak lulus ujian keperawatan nasional Jepang, sayang sekali memang," kata Binjori.

Binjori masih terus berjuang untuk mengumpulkan uang bagi masa depannya buka usaha di Indonesia. Namun yang pasti kini fokus kehidupannya hanya bagi kedua anaknya, yang berharap bisa menjadikan anaknya jauh lebih hebat dari orangtuanya nanti.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas