Jepang Kerahkan Persenjataan Lengkap Bantu Pasukan Perdamaian PBB di Sudan Selatan
Untuk pertama kalinya Jepang mengerahkan persenjataan lengkap bagi pasukan bela diri yang dikirimkan ke Sudan Selatan sebagai pasukan perdamaian PBB.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pemeritah Jepang mengerahkan persenjataan lengkap bagi pasukan bela diri (SDF) yang dikirimkan ke Sudan Selatan sebagai pasukan perdamaian PBB.
Ini adalah untuk pertama kalinya dalam sejarah Jepang setelah UU Keamanan Jepang diaktifkan sejak Maret 2016.
"Personel SDF harus bangga bahwa mereka telah melalui pelatihan yang ketat untuk peran baru dan saya mengharapkan mereka untuk memberikan kontribusi bagi perdamaian dan stabilitas Sudan Selatan, sementara menghormati tradisi operasi penjaga perdamaian," kata Menteri Pertahanan Jepang, Tomomi Inada baru-baru ini.
SDF Jepang pernah dikerahkan pada saat kerusuhan di Timor Timur menjelang referendum pemisahan diri dari Indonesia. Namun saat itu SDF belum dipersenjatakan penuh sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB.
Dengan Undang-undang keamanan baru sering dijuluki kaketsuke keigo (Rushed guard) maka personel SDF memungkinkan terlibat dalam Misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS) untuk menyelamatkan para pekerja organisasi non pemerintah yang (terancam) diserang.
Jepang mulai mengambil bagian dalam operasi penjaga perdamaian PBB pada tahun 1992.
Pengiriman pasukan berikutnya para anggota SDF akan dilakukan mulai Minggu (20/11/2016) untuk menggantikan 350 personel saat ini di Sudan Selatan.
"Parameter misi baru resmi akan berlaku 12 Desember," kata Inada.
Di bawah undang-undang keamanan, SDF akan diizinkan untuk membela kamp (lokasi) dasar negara-negara lain dengan personel Jepang tidak secara langsung ditargetkan.
Personel SDF sebelumnya telah dilarang terlibat dalam misi penyelamatan, termasuk mitra asing atau warga negara Jepang, kecuali mereka yang membutuhkan penyelamatan yang langsung di bawah pengawasan SDF.
Pengiriman dan penempatan pasukan SDF Jepang ini merupakan langkah konkrit pertama dan penting bagi PM Jepang setelah diterapkannya UU Keamanan yang baru dan berlaku mulai Maret 2016.
Namun tetap dilarang berperang sesuai Pasal 9 UUD Jepang. Kecuali diserang dengan maksud membela diri maka SDF dapat melakukan balasan.
Inada mengatakan operasi SDF di Sudan Selatan akan terbatas di ibukota Juba dan sekitarnya, dan mengatakan situasi keamanan di sana relatif stabil.
Ada sekitar 20 warga Jepang saat ini tinggal di Juba. Melindungi hidup warga Jepang di daerah di mana pasukan SDF sedang terlibat dalam perdamaian itu motivasi utama untuk sebuah perubahan kebiasaan.
Sebelumnya, personel SDF tidak memiliki pelatihan dan dasar hukum untuk misi tersebut.
Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga, Selasa (15/11/2016) mengatakan bahwa menyelamatkan warga Jepang adalah tujuan mendasar dari kebijakan baru.
"Namun pemerintah memperingatkan bahwa SDF tidak akan dapat memasuki wilayah di mana pertempuran sengit berlangsung. Juba melihat bentrokan dimulai pada bulan Juli, meskipun klaim Inada ini relatif stabil," kata dia.
Keterbatasan diri ini diberlakukan karena kekhawatiran atas memburuknya situasi keamanan di Sudan Selatan, terutama setelah bentrokan antara pasukan Presiden Salva Kiir dan mantan Wakil Presiden Machar Riek telah menewaskan sedikitnya 300 orang tewas sejak Juli.
Berdasarkan hukum Jepang, SDF tidak dapat dikirim ke daerah-daerah di mana konflik bersenjata berlangsung, tapi Abe dan Inada berpendapat bahwa gencatan senjata masih di tempat yang merupakan kondisi lain untuk penyebaran SDF.
Tokyo juga memiliki kartu truf dalam hal krisis, dapat menarik balik SDF setiap saat keselamatan mereka tidak dapat terjamin aman.
"Kami tidak akan ragu untuk menarik SDF setiap saat," kata Abe dalam sidang parlemen Jepang.
Pada 2012, pemerintah menarik balik segera misi penjaga perdamaian SDF di Dataran Tinggi Golan dengan alasan kondisi keamanan memburuk.
Sementara itu, bentrokan terbaru menunjukkan bahwa melakukan misi penjaga perdamaian di Sudan Selatan merupakan tantangan tersendiri bagi Jepang.
Kenya pekan lalu menarik 1.000 tentara yang dikerahkan ke Sudan Selatan setelah penyelidikan PBB menghasilkan gambaran, menuduh pasukan penjaga perdamaian dan komandan Kenya mereka, Letnan Jenderal Johnson Mogoa Kimani Ondieki, gagal untuk menjaga dengan baik Kota Juba setelah ada serangan hotel selama bentrokan.
Di tengah situasi keamanan yang rapuh di Sudan Selatan, pemerintah Kiir sepakat untuk menerima kekuatan PBB sebagai tentara pelindung sebanyak 4.000 personel.