Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polusi Udara Membahayakan, Warga New Delhi Rasakan Dampaknya

Mahkamah Agung India telah melarang penggunaan petasan di ibukota New Delhi. Alasannya, angka polusi mencapai level yang tinggi.

zoom-in Polusi Udara Membahayakan, Warga New Delhi Rasakan Dampaknya
KBR/Bismillah Geelani
Angka pencemaran udara di ibukota New Delhi sudah mencapai level yang sangat berbahaya. 

TRIBUNNEWS.COM – Mahkamah Agung India telah melarang penggunaan petasan di ibukota New Delhi.

Alasannya, angka polusi mencapai level yang tinggi, terlebih pasca festival Hindu Diwali bulan lalu.

Kabut asap melanda kota selama berminggu-minggu. Ini memicu seruan agar ada tindakan drastis untuk menangani ini.

Pakar setempat sudah menyebut ini sebagai 'kondisi darurat kesehatan'.

Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Asia Calling produksi KBR.

Haripriya, 45 tahun, adalah seorang pengacara dan ibu dari tiga anak usia sekolah.

Sampai beberapa pekan yang lalu, dia dengan serius mempertimbangkan untuk meninggalkan India secara permanen.

Berita Rekomendasi

Tujuannya untuk melindungi anak-anaknya dari polusi udara yang memburuk di Delhi.

 “Setiap bulan, putri sulung saya harus ke dokter. Putri kedua saya saat ini harus memakai semprotan hidung steroid karena batuk akibat alergi yang tidak sembuh-sembuh. Dan kami melihat pemerintah bersikap apatis. Jadi menurut saya ini saatnya kita introspeksi jika sistem tidak melakukan apa-apa dalam masalah ini,” ungkap Haripriya.

Haripriya sedang menunggu keputusan atas petisi yang dia dan beberapa orangtua lain ajukan ke Mahkamah Agung.

Mereka mendesak pengadilan untuk turun tangan dan membuat udara kota layak untuk dihirup.

Salah satu tuntutan mereka adalah meminta pengadilan melarang petasan.

“Kepentingan masyarakat seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam hukum.  Jadi, jika sebuah kota yang sudah tercemar makin tercemar karena petasan, maka saya pikir sudah saatnya petasan dilarang. Tidak ada gunanya membakar petasan karena hanya menyebabkan polusi suara dan udara. Dan saya tidak mengerti mengapa itu harus menjadi bagian integral dari perayaan Diwali,” ujar Haripriya.

Putusan pengadilan yang melarang masyarakat menjual, membeli dan membakar petasan di Delhi telah memperbaharui harapan Haripriya akan ada perubahan.

Tapi kualitas udara Delhi telah memburuk selama beberapa tahun terakhir.

Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan Delhi adalah kota paling tercemar di dunia.

Dan tahun ini, tingkat polusi menyentuh level yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mengakibatkan warga kota sulit bernapas.

Shiv Narayan, 50 tahun, seorang penarik becak mengatakan ini yang terburuk.

“Kondisinya tidak pernah seperti ini. Mata dan tenggorokan saya rasanya terbakar dan ini membuat saya khawatir. Apa yang akan terjadi pada kami dan anak-anak kami jika situasi terus memburuk? Kami tidak bisa mengunci diri di rumah seperti orang tua kami,” kata Shiv.

Polutan utama di udara berbentuk partikel halus yang dikenal sebagai Particulate Matter atau PM.

Menurut para ahli tingkat PM di Delhi selalu berada di atas batas aman tapi kini angkanya sudah mencapai tingkat yang lebih berbahaya.

Tingkat PM November ini mencapai 28 kali lebih tinggi dari angka aman yang ditetapkan WHO.

Selain petasan, tingginya angka polusi di Delhi sering dianggap sebagai kesalahan negara-negara bagian tetangga.

Tapi aktivis lingkungan, Vimlendu Jha, mengatakan masalah yang lebih besar ada di dalam kota sendiri.

“Empat puluh sampai 45 persen dari polusi di Delhi berasal dari debu dan pembangunan. Sekitar 15-20 persen berasal dari kendaraan dan industri juga menghasilkan polusi dalam jumlah yang sama. Ini semua tidak diatur di Delhi,” ungkap Vimlendu

Gubernur Delhi, Arvind Kejriwal, baru-baru ini mengumumkan langkah-langkah untuk membatasi polusi.

Termasuk menunda semua pekerjaan konstruksi, mematikan pembangkit listrik, memasang pembersih udara, menyemprotkan air di jalanan untuk menghilangkan debu dan mengatur jadwal hujan buatan.

Tapi Chandra Bhushan, wakil direktur Pusat Sains dan Lingkungan yang berbasis di New Delhi, tidak yakin cara ini berhasil.

 “Kita tahu pasti apa yang harus dilakukan dan ada rencana aksi. Kita menghilangkan debu dari jalanan dan menindak keras proyek konstruksi. Kita juga bekerja sama dengan Punjab dan Haryana serta meminta petani untuk tidak membakar tanaman. Dan lainnya. Kita sudah melakukan semuanya tapi tidak ada perubahan,” ungkap Chandra.

Namun, Mahkamah Agung menganggap serius masalah ini.

Selain pelarangan petasan, pengadilan juga telah memerintahkan pemerintah pusat untuk menyerahkan rencana lengkap untuk membersihkan udara kotor kota Delhi.

Penulis : Bismillah Geelani/ Sumber : Kantor Berita Radio (KBR)

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas