Donald Trump Marah-marah kepada PM Australia di Telepon Saat Bahas Pengungsi
Percakapan Trump dengan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, 29 Januari lalu, diwarnai cekcok dan "seruan-seruan kasar"
Penulis: Ruth Vania C
Editor: Malvyandie Haryadi
Tribunnews/Ruth Vania
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Presiden AS Donald Trump dikabarkan sempat marah saat berbicara di telepon dengan Perdana Menteri Australia dan membahas soal pengungsi.
Bahkan, amarah Trump disebut sampai membuatnya tiba-tiba menutup teleponnya ketika baru bercakap selama 25 menit, dari yang dijadwalkan satu jam.
Percakapan Trump dengan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, 29 Januari lalu, diwarnai cekcok dan "seruan-seruan kasar", menurut sejumlah media.
Dalam pembicaraan itu, Malcolm Turnbull mendesak Trump untuk menepati kesepakatan AS untuk menampung 1.250 pengungsi dari Australia.
Kesepakatan itu rupanya telah dibuat pada masa pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama.
Bersikeras tak ingin menerima lagi pengungsi di negaranya, Trump kemudian menolak keras kesepakatan itu, yang disebutnya "kesepakatan bodoh".
Percakapan melalui telepon itu kemudian diakhiri begitu saja secara sepihak oleh Trump, yang belum lama ini memberlakukan larangan pengungsi masuk AS.
Telepon ditutup sesaat setelah Malcolm Turnbull menjelaskan betapa pentingnya para pengungsi itu untuk bisa ditampung oleh AS.
Kamis (2/1/2017), Trump mencuit soal itu di Twitter dan mempertanyakan pemerintahan Obama yang menyetujui kesepakatan penampungan imigran tersebut.
"Apakah Anda mempercayai ini, Pemerintahan Obama sepakat untuk menampung ribuan imigran ilegal dari Australia. Mengapa bisa?," cuitnya.
"Pokoknya saya akan mempelajari kesepakatan bodoh ini!," tambah Trump.
Trump juga mengatakan bahwa melalui kesepakatan itu seakan Australia ingin AS menampung "pembom-pembom" yang bisa saja terikut dalam ribuan pengungsi itu.
Jumat (3/1/2017), Malcolm Turnbull menolak berkomentar soal insiden telepon ditutup itu dan menegaskan percakapan itu bersifat rahasia.
Dalam kesepakatan yang disetujui Obama pada 2016 itu, AS bersedia menampung 1.250 pengungsi yang ada di kamp-kamp kepulauan Papua Nugini dan Nauru.
Sebagai gantinya, Australia akan menampung pengungsi dari El Salvador, Guatemala dan Honduras.
Sedangkan, kesepakatan itu bertabrakan dengan kebijakan yang baru diberlakukan Trump, yang melarang pengungsi dan imigran dari tujuh negara.
Negara-negara yang dimaksud adalah Suriah, Irak, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman, negara-negara yang berpopulasi mayoritas muslim. (New York Times/Washington Post)