Jurnalis Jepang Ungkap Ancaman yang Pernah Diterima Kim Jong Nam dari Saudara Tirinya
Kim Jong-nam tidak pernah bertemu saudara tirinya yang kini memimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Kim Jong-nam tidak pernah bertemu saudara tirinya yang kini memimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
Kim Jong-nam dibunuh di Bandara Internasional Kuala Lumpur Malaysia setelah menerima peringatan langsung dari Pyongyang karena mengkritik rezim berkuasa dalam wawancara dengan seorang wartawan Jepang.
Kim, yang meninggal dunia setelah diserang dengan cepat menggunakan semprotan berisi racun di Kuala Lumpur Bandara pada Senin (13/2/2017), secara terbuka mengecam rezim keluarganya dalam sebuah acara wawancara dengan wartawan Jepang, Yoji Gomi.
Baca: Kalimat Terakhir Kim Jong Nam Sebelum Tewas Sakit Sekali, Saya Disemprot Cairan
Baca: Kim Jong-nam, Siti Aisyah: Kematian di bandara dan warga Indonesia
Baca: Kematian Kim Jong Nam Tak Akan Ganggu Hubungan Diplomatik Korut-Malaysia
Kim mengatakan kepada Gomi bahwa Korea Utara akan runtuh tanpa perlu reformasi.
Saudara tirinya Kim Jong-un tidak akan bertahan lama sebagai pemimpin dan turun-temurun suksesi kepemimpinan hanya "lelucon kepada dunia."
Komentar Kim itu diterbitkan di koran Tokyo Shimbun diikuti dengan terbitnya sebuah buku di tahun 2012, didasarkan pada lebih dari 150 email dan tujuh jam pertemuan tatap muka.
Kim dibunuh secara dramatis.
Gomi bingung atas kematian Kim yang berani mengkritik rezim Korea Utara secara terbuka.
Gomi juga mengungkapkan bagaimana Kim – yang katanya lebih "intelektual dan sopan" ketimbang persona playboy-nya belum pernah bertemu saudara tiri nya pemimpin Kim Jong-un secara langsung.
Namun kritik Kim itu telah mengganggu dan menimbulkan ketakutan rezim berkuasa di Korea Utara.
Berbicara saat konferensi pers dengan wartawan di Tokyo, Gomi mengatakan "Ada email yang datang kepada saya dan diindikasikan bahwa ia sudah diperingatkan langsung dari Korea Utara. Jadi karena itu dia harus menahan diri untuk tidak berbicara tentang politik."