10 Kota dengan Tingkat Kemacetan Terparah di Dunia, Adakah Jakarta dalam Daftar Ini?
Survei itu menyebutkan Los Angeles, Amerika Serikat sebagai kota dengan kemacetan terparah di dunia pada 2016.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Perusahaan analis transportasi yang bermarkas di Washington, Amerika, Inrix, merilis hasil survei baru.
Survei itu menyebutkan Los Angeles, Amerika Serikat sebagai kota dengan kemacetan terparah di dunia pada 2016.
Setiap pengemudi dalam satu tahun, bisa menghabiskan waktu sampai 104 jam karena terjebak macet.
Mengutip Dailymail.co.uk dan CNBC, Senin (20/2/2017), Los Angeles, AS melampaui Moskow, Rusia, yang ada di posisi kedua, dengan akumulasi waktu terjebak macet 91 jam.
Kemudian pada urutan ketiga ditempati New York, AS, 89 jam. Diperkirakan setiap pengemudi, harus menanggung kerugian karena terjebak macet di angka 2.408 dolar Amerika atau Rp 32,1 juta.
Sementara secara keseluruhan kota mencapai 9,7 miliar dolar atau Rp 126,7 triliun.
Inrix menemukan, lima kota di Amerika masuk dalam daftar 10 besar kota termacet di dunia.
San Francisco, menjadi kota keempat paling macet, lalu Bogota, Kolombia ada di posisi kelima.
Selanjutnya berturut-turut Sao Paulo, London, Atlanta, Paris dan Miami melengkapi sampai posisi ke-10.
Pengumpulan data dan analisis yang dilakukan Inrix, diambil dari data lalu lintas, kendaraan dan infrastruktur.
Edisi terakhir dari Global Traffic Scorecard berdasarkan data 500 terabytes, dari 300 juta sumber.
Bob Pishue, Ekonom Senior Inrix mengungkapkan, ada beberapa hal yang berkontribusi dalam peningkatan lalu lintas pada 2016.
Di antaranya kondisi ekonomi Amerika yang stabil, urbanisasi yang terus menerus ke kota-kota besar.
Serta faktor-faktor lain, misalnya pertumbuhan lapangan kerja dan harga bahan bakar yang rendah.
“Kemacetan juga merugikan negara sampai ratusan miliar dolar, mengancam pertumbuhan ekonomi masa depan dan menurunkan kualitas hidup kita," ujar Pishue.
"Lalu lintas benar-benar pedang bermata dua. Ke depannya permintaan diperkirakan akan terus meningkat, sementara infrastruktur jalan akan tetap sama." (Kompas.com/Ghulam Muhammad Nayazri)