Penerjemah Asal Jepang Pusing dengan Gaya Bicara Donald Trump
Gaya bicara Presiden AS Donald Trump ternyata memusingkan para penerjemah di seluruh dunia, terutama penerjemah asal Jepang.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gaya bicara Presiden AS Donald Trump ternyata memusingkan para penerjemah di seluruh dunia, terutama penerjemah asal Jepang.
Para penerjemah di Jepang menganggap gaya bahasa Trump merupakan mimpi buruk dan menyebut gaya itu dengan istilah "Trumpese".
Baca: Habiskan waktu bermain golf, Presiden Trump disentil Hillary
Kesulitan ini tak pernah mereka hadapi saat menerjemahkan pidato Presiden Barack Obama yang dikenal sebagai seorang orator ulung.
"Dia nyaris tak pernah bicara secara logis, dia hanya menekankan satu sisi sebuah hal layaknya sebuah kebenaran utama," kata penerjemah Chikako Tsuruta kepada harian The Japan Times.
"Banyak terdapat momen saat saya menduga bahwa pernyataan Trump secara fakta sangat diragukan," tambah Chikako.
"Dia terlalu percaya diri tetapi di sisi lain secara logika sangat tak meyakinkan. Saya dan sesama penerjemah kerap bergurau jika kami menerjemahkan semua kata-kata Trump maka semua orang akan mengira kami orang bodoh," tambah dia.
Chikako yang secara rutin menjadi penerjemah bagi CNN, ABC, dan CBS memunculkan sebuah isu yang memecah komunitas penerjemah.
Chikako mempertanyakan apakah seorang penerjemah harus menerjemahkan semua retorika kontroversial Trump atau sedikit memperhalus retorika itu.
Sebagian kalangan berpendapat kalimat-kalimat yang terlalu vulgar harus dinetralkan. Namun, kalangan lain bersikukuh seorang penerjemah tak perlu memperhalus sebuah kalimat.
Namun, sulitnya menerjemahkan kalimat-kalimat Trump bukan melulu akibat gaya bahasa yang digunakannya.
Dalam sebuah analisa yang dilakukan Institut Teknologi Bahasa Universitas Carnegie Melon tahun lalu mengungkap, di antara para kandidat atau presiden masa lalu AS, Donald Trump adalah yang paling "miskin" dalam hal berbahasa.
Seorang penerjemah berpengalaman asal Jepang, Miwako Haibi menambahkan, sangat sulit untuk mengikuti jalan pikiran Trump saat dia berbicara.
Miwako mengenang, betapa sulitnya menerjemahkan pidato kemenangan Trump pada November tahun lalu.
"Saat tiba-tiba dia mengatakan 'Reince adalah seorang bintang', saya sangat kebingungan. Ketika kamera menyorot wajah 'Reince' barulah saya paham apa yang dikatakannya," ujar Miwako merujuk Reince Preibus ketua komite nasional Partai Republik.
Hal sulit lainnya adalah ketika seseorang mulai menyampaikan kalimat-kalimat rasialis. Itulah pengalaman Kumiko Torikai yang berhenti menjadi penerjemah pada 1980-an.
"Sebagai interpreter, pekerjaan saya adalah menerjemahkan kata-kata pembicara seakurat mungkin, tak peduli sekasar apa yang dia katakan," ujar Kumiko.
"Saya harus mengesampingkan emosi personal dan menjadi si pembicara. Hal ini sangat sulit karena tak diizinkan menunjukkan penilaian kita sendiri terkait apa yang benar dan apa yang salah. Itulah sebabnya saya berhenti," kata dia.
Jadi, menurut Kumiko, jika Trump berbicara tak masuk akal, maka penerjemah tak perlu memusingkannya.
"Jika kata-katanya kasar, terjemahkanlah apa adanya," dia menegaskan.
Sumber : Japan Times