Mengerikan Inilah Gejala dan Bahaya Senjata Kimia dalam Perang Suriah
Gejala yang diderita para korban merujuk pada gejala-gejala yang ditimbulkan akibat paparan gas beracun sarin.
Penulis: Cornelia Putri Indriastuti
Ketika prosesnya telah selesai zat ini memiliki sistem yang mencegah kerusakan dalam jaringannya sendiri.
Mata korban akan mulai rusak tanpa terkendali, kemudian korban akan mengeluarkan air liur, mutah, dan selanjutnya kehilangan kontrol terhadap usus dan kandung kemih.
Lebih jauh lagi pengelihatan akan mengabur dan sistem pernafasan korban akan terhambat yang mana menyebabkan rasa nyeri yang teramat sangat di area dada.
Paparan dari gas sarin yang mematikan akan mengakibatkan tubuh kejang sebelum akhirnya lumpuh.
Serangan kimia seperti yang terjadi di Suriah bisa membunuh manusia hanya dalam waktu 10 menit.
Dalam konteks ini seluruh bagian tubuh dimatikan seluruhnya dalam 10 menit.
Korban akan kesulitan bernafas ataupun berpikir, dan yang dirasakan hanyalah rasa sakit dan penderitaan.
Zat kimia sarin sangat mematikan, bahkan Nazi pernah menolak untuk menggunakannya saat Perang Dunia Kedua karena khawatir akan adanya pembalasan dengan menggunakan zat yang sama dari pihak lawan.
Jika rezim paling mematikan di dunia saja menolak menggunakannya karena takut mendapat balasan yang sama, Anda bisa bayangkan betapa mematikannya zat ini.
Namun sayangnya rezim lain menggunakan zat ini untuk membunuh ribuan orang.
Dilansir dari Unilad.co.uk, Jumat (7/4/2017), pada 1988 di bawah kediktatoran Sadam Hussein, pemerintah Irak menggunakan campuran sarin dan sulfur mustard untuk membunuh 5000 orang Kurdis di Halahbja.
Pada tahun yang sama, sebagaimana perang antara Irak dan Iran semakin panas, sarin digunakan untuk menyerang tentara Iran pada empat kesempatan yang berbeda.
Pada 1994 kelompok keagamaan Aum Shinrykio mengeluarkan bentuk tidak murni dari sarin di Matsumoto, Nagano.
Serangan tersebut menyebabkan delapan orang meninggal dan 200 orang terluka.