Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Belanda Diminta Bawa Isu Penahanan Ahok ke Forum Uni Eropa

Anggota parlemen Belanda, Joel Voordewind, mendesak pemerintah Belanda mengupayakan pembebasan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Penulis: Ruth Vania C
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pemerintah Belanda Diminta Bawa Isu Penahanan Ahok ke Forum Uni Eropa
Tribunnews.com
Puluhan massa pendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali mendatangi Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat, Kamis (11/5/2017) malam. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota parlemen Belanda, Joel Voordewind, mendesak pemerintah Belanda mengupayakan pembebasan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Pemerintah Belanda juga diminta mengusung isu penahanan Ahok ke forum Uni Eropa di Brussels pada bulan Mei ini.

Permintaan Joel Voordewind yang berasal dari Partai Christian Union didukung partai-partai di parlemen Belanda di antaranya People's Party for Freedom and Democracy, Party for Freedom, Reformed Political Party, dan lima partai lainnya.

Voordewind mengatakan, mayoritas anggota parlemen Belanda sepakat untuk meminta Menteri Luar Negeri Belanda, Bert Koenders, menyampaikan keprihatinan atas penahanan Ahok.

Koenders diminta meneruskan keprihatinan tersebut ke Uni Eropa (UE) dan pemerintah Indonesia.

"Menteri luar negeri bisa memerintahkan Duta Besar Belanda untuk Urusan HAM yang tengah berada di Jakarta untuk menyampaikan keprihatinan kepada Menteri HAM Indonesia dan juga kepada Duta Besar UE di Jakarta," kata Voordewind, Rabu (10/5/2017), seperti dikutip dari BBC.com.

Indonesia yang dikenal sebagai negara "toleran dan relatif bebas" dengan jumlah penduduk Islam terbesar di dunia, dikhawatirkan berubah.

Berita Rekomendasi

"Hukuman ini akan menciptakan tren di Indonesia bagi para kelompok Islamis garis keras, bahwa tekanan yang mereka lakukan beberapa minggu terakhir berbuah pada hukuman yang lebih tinggi dari yang dituntut jaksa," kata Voordewind.

Baca: Promosi Tiga Hakim Kasus Penodaan Agama Tak Ada Hubungannya dengan Ahok

"Jadi mereka menganggap mereka mendapatkan dukungan atas tindakan yang mereka lakukan. Ini bisa menjadi preseden bagi para hakim untuk membatasi kebebasan beragama," ujarnya.

Voordewind juga menyatakan, Belanda menghormati sistem hukum negara lain.

"Kami hargai pengadilan di negara lain, tapi kebebasan agama (dalam kasus ini) tak terjamin karena dia diadili sedemikian rupa dengan vonis yang tak seperti biasa. Jadi semoga akal sehat akan terlihat dan pengadilan tinggi pada akhirnya akan membebaskan dia," tambahnya.

"Kami minta menlu untuk konsolidasi dengan koleganya di Uni Eropa untuk secara bersama-sama mengangkat isu ini ke Indonesia. Kami juga memiliki forum dialog Hak Asasi Manusia dengan Indonesia setiap tahun dan akan angkat isu ini. Komunitas internasional harus tekan Indonesia paling tidak dia (Ahok) dibebaskan sampai permintaan banding dijawab dan juga menekan agar pengadilan tinggi membebaskan dia," kata Voordewind.

Voordewind mengaku sudah menulis surat kepada pemerintah Belanda dan masih menunggu jawaban tertulis dari menteri luar negeri.

Sebelumnya, sejumlah organisasi internasional menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi HAM di Indonesia pasca-vonis dua tahun penjara terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang diputus Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (9/5/2017).

Dewan HAM PBB untuk Kawasan Asia berkicau di Twitter dengan menyatakan prihatin atas hukuman penjara terhadap dugaan penistaan agama Islam.

Dewan HAM ini juga menyerukan kepada Indonesia untuk mengkaji ulang pasal penistaan agama yang ada dalam UU Hukum Pidana.

Amnesti Internasional juga menyatakan bahwa putusan itu bisa merusak reputasi Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negara toleran.

Ditambahkan, meskipun apa yang disebut sebagai UU penistaan agama--Dekrit Presiden No.1/PNPS/1965 dan KUHPidana Pasal 156a--"hanya" digunakan untuk mengadili sekitar 10 orang antara tahun 1965-1998, tetapi menurut catatan Amnesti ada 106 orang yang diadili dan dihukum dengan menggunakan aturan itu antara tahun 2005-2014.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) bahkan secara tegas menyatakan meskipun "menghormati institusi demokrasi Indonesia, AS menentang UU penistaan agama dimana pun karena membahayakan kebebasan fundamental termasuk kebebasan beragama dan mengemukakan pendapat."

Pernyataan yang disampaikan juru bicara Deplu AS Biro Asia Timur dan Pasifik, Anna Richey-Allen, Selasa (9/5/2017) siang itu menggarisbawahi seruan pada Indonesia "untuk menegakkan kebebasan beragama dan berpendapat yang merupakan aspek penting demokrasi pluralisnya."

Delegasi Uni Eropa (UE) untuk Indonesia menyerukan pada pemerintah dan rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan tradisi toleransi dan pluralisme yang selama ini dikagumi dunia.

"Indonesia dan UE telah sepakat untuk memajukan dan melindungi HAM, seperti kebebasan berpikir, hati nurani, beragama dan kebebasan berpendapat," demikian petikan pernyataan itu.

Ditambahkan, "Uni Eropa secara konsisten menyatakan bahwa undang-undang yang mengkriminalisasikan penistaan agama apabila diberlakukan secara diskriminatif dapat menjadi penghambat gawat terhadap kebebasan mengemukakan pendapat dan beragama".

Hal senada disampaikan ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR), yang menyatakan bahwa putusan hakim atas Ahok itu bisa membuat posisi Indonesia sebagai pemimpin di kawasan "berada dalam bahaya dan meningkatkan keprihatinan tentang masa depan Indonesia sebagai masyarakat yang terbuka, toleran dan beragam."

Ketua APHR Charles Santiago menyatakan putusan itu bisa semakin memberanikan kelompok-kelompok garis keras, dan membuat pasal-pasal penistaan agama dalam undang-undang hukum pidana Indonesia semakin dipertanyakan.

APHR prihatin masa depan Indonesia sebagai masyarakat yang terbuka dan toleran. (rut/kps)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas