Mengembalikan Keperawanan Dengan Cara Hymenoplasty, Apa Itu?
Yasmien dilahirkan di keluarga liberal dan tinggal di luar negeri selama bertahun-tahun.
Editor: Johnson Simanjuntak
Sang dokter yang akan melakukan prosedur hymenoplasty adalah seorang spesialis ginekologi yang disebut dokter Rachid.
Rata-rata dia melakoni dua prosedur serupa dalam sepekan.
Rachid mengaku, 99 persen pasiennya didorong oleh rasa takut bahwa mereka akan membawa aib kepada keluarga dan kerabat.
Kebanyakan pasien, seperti Yasmine, ingin merahasiakan kenyataan bahwa mereka tak lagi perawan.
Akan tetapi, faktanya, selaput dara bisa robek oleh beragam sebab, seperti penggunaan tampon.
Bagaimanapun, para perempuan risau mereka akan dituduh telah melakukan hubungan seks sebelum menikah.
"Dokter spesialis ginekologi bisa memperbaiki selaput dara. Ini bukan sesuatu yang luar biasa. Namun, di sini beberapa dokter menolak melakukannya,” kata dokter Rachid.
“Saya pribadi melakukannya karena saya tidak sepakat dengan mereka yang menganggap keperawanan adalah hal yang disanjung-sanjung," ujarnya.
Rachid menambahkan, "Itu sangat menganggu saya. Sikap semacam itu adalah perwujudan dari budaya masyarakat yang didominasi pria lalu dibungkus dengan prinsip-prinsip agama. Saya jujur ketika saya mengatakan sikap semacam itu adalah dominasi pria dan saya melancarkan perang untuk melawannya."
Munafik
Tunisia dipandang sebagai pemimpin hak-hak perempuan di Afrika Utara, namun agama dan tradisi di sini menggariskan bahwa perempuan harus tetap perawan sampai tiba saatnya menikah.
Ada pula pasal dalam undang-undang di Tunisia yang khusus mengatur perceraian apabila seorang perempuan ternyata tidak perawan saat pertama menikah.
Seorang sosiolog di sana mengatakan, pada masyarakat Tunisia, yang sebenarnya masyarakat terbuka, kita menjadi orang-orang munafik.
“Ada semacam kekolotan sosial yang dominan sejak lama yang sulit dibenarkan karena kita mengklaim hidup di masyarakat modern. Namun, tidak banyak kemodernan jika menyangkut seksualitas dan kebebasan perempuan," tutur sosiolog Tunisia, Samia Elloumi.