Seumur Hidupnya, Kakek Ini Hidup di Rumah Bawah Tanah yang Sudah Berumur Lebih Dari 300 Tahun
Koridor yang berliku-liku untuk sampai ke dasar lubang yang digali adalah satu-satunya jalan untuk masuk dan keluar dari bangunan.
Editor: Hasanudin Aco
Pasalnya, kebanyakan bayi yang lahir di rumahnya lebih dari 15 generasi sejak Dinasti Qing (1644-1911) adalah bayi laki-laki.
Wang dan isterinya membuka rumah mereka untuk para turis pada tahun 1980-an. Mereka juga menyimpan buku cacatan bagi tamu untuk mencatat komentar mereka.
Diantara komentar itu seperti: “Terima kasih telah menerima kami di rumah yang luar biasa dan tidak biasa ini. Sebelumnya saya hanya mendengarnya ceritanya saja dan belum pernah melihat satupun.”
Komentar yang diakhir dengan tulisan: “Sebuah hidup yang sangat nyaman” itu ditulis oleh Natalia Read, seorang pengunjung dari London pada April 2012.
Wang Fang, seorang traveler dari Pinglu yang kini tinggal di Shanghai menulis pada Agustus 2014: ”Saya besar di semacam rumah bawah tanah di Pinglu dan rumah itu muncul dalam mimpi saya saja sekarang. Terima kasih untuk melindungi mimpi saya dan rumah saya.”
Wang bercerita, seorang pensiunan tentara Jepang pernah membawa keluarganya untuk tinggal di rumah bawah tanahnya pada tahun 1980-an.
“Dia bilang, pernah tinggal di rumah bawah tanah di sini selama masa perang dan sangat menyukainya.”
Kini, yang menjadi pikiran utama Wang adalah bahwa rumahnya mungkin bisa hancur setelah dia meninggal.
“Tidak seorang pun ingin mempelajari bagaimana membuat rumah bawah tanah dan hidup di dalamnya karena berat mengerjakannya.
Pemerintah juga bilang bahwa rumah bawah tanah adalah sebuah pemborosan lahan,” tutup Wang.
Reporter : Khena Saptawaty