Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jika Gunung Agung Meletus, Ini yang Akan Terjadi dengan Suhu Bumi

Sesuatu yang sangat menarik akan terjadi saat Gunung Agung di Bali akhirnya meletus: suhu Bumi akan menjadi sedikit lebih sejuk.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Jika Gunung Agung Meletus, Ini yang Akan Terjadi dengan Suhu Bumi
Tribun Bali/Putu Candra
Asap solfatara menyembul dari puncak Gunung Agung, dilihat dari Pos Pengamatan Gunungapi Agung, Desa Rendang, Selasa (26/9) petang. 

TRIBUNNEWS.COM, AUSTRALIA - Sesuatu yang sangat menarik akan terjadi saat Gunung Agung di Bali akhirnya meletus: suhu Bumi akan menjadi sedikit lebih sejuk.

Kondisi itu tentu bukanlah apa yang Anda harapkan setelah letusan gunung berapi, yang menyebabkan muntahan lava cair tersembur ke udara.

Tapi jangan terlalu bersemangat, kondisi itu masih jauh dari kebalikan efek pemanasan global.

Berikut alasannya:
Suhu global turun terakhir kali Gunung Agung meletus

Gunung Agung terakhir kali meletus pada tahun 1963 setelah tak menunjukkan aktivitas selama beberapa dekade.

Saat meletus, para ahli mengatakan, suhu atmosfir global turun 0,1-0,4 derajat Celsius.

Hal itu mungkin tak terdengar banyak, tapi itu cukup signifikan jika Anda mempertimbangkan zaman es terakhir yang terjadi ketika suhu global hanya 5 C lebih dingin dari sekarang.

Berita Rekomendasi

Baca: Gubernur Bali: Kondisi Gunung Agung Tak Seseram yang Diberitakan

Jadi mengapa suhu global turun?

Abu dan gas beracun terlontar ke udara

Menurut Richard Arculus, seorang Profesor Emeritus di bidang geologi dari Universitas Nasional Australia (ANU), ketika Gunung Agung meletus 54 tahun lalu, gunung berapi itu memuntahkan sejumlah besar abu dan sulfur dioksida ke atmosfer.

Sulfur dioksida itu kemudian bereaksi dengan uap air di udara dan membentuk tetesan asam sulfat.

Sekitar 10 juta ton tetesan tersebut terakumulasi di stratosfer -lapisan di atas troposfer tempat kita tinggal –Bumi dan membentuk kabut.

Kabut itu kemudian bertindak sebagai penghalang dan mengurangi jumlah sinar ultraviolet (UV) dari Matahari ke permukaan Bumi, menghasilkan efek pendinginan.
Efeknya tak bertahan lama

Menurut Profesor Arculus, kabut asam sulfat bisa bertahan di stratosfer selama beberapa tahun, namun akhirnya tetesan itu akan kembali ke Bumi.

"Mereka cukup kecil sehingga mereka hanya bisa tinggal di sana untuk sementara waktu ... tapi akhirnya mereka kehabisan tenaga," jelasnya.

Dan itulah sebabnya penurunan suhu Bumi masih akan jauh dari penyembuhan pemanasan global.

"Ini adalah efek jangka pendek, tidak seperti injeksi karbon dioksida menahun yang terus berlanjut, dengan membakar bahan bakar fosil -yang terus terakumulasi," kata Profesor Arculus.

Akankah perbedaannya terlihat?

Tidak. Jika Gunung Agung berperilaku seperti pada tahun 1963 -yang diperkirakan seperti itu -Anda tidak akan merasakan apa-apa.

"[Perubahan suhu] tidak berlangsung cukup lama untuk bisa kita perhatikan. Ini lebih mungkin menjadi efek instrumental yang hanya disadari ilmuwan," kata Profesor Arculus.

Tapi gunung berapi ini telah menyebabkan perubahan iklim yang nyata di masa lalu.

Pada tahun 1815, letusan Gunung Tambora di Indonesia, memiliki pengaruh besar terhadap suhu global.

"Setelah letusannya, Eropa Utara dan Amerika timur laut mengalami apa yang dikenal sebagai 'Tahun Tanpa Musim Panas'," ujar Profesor Arculus.

"Ini menyebabkan penurunan suhu yang cukup besar sehingga terjadi embun beku di wilayah New England di Amerika Serikat pada bulan Agustus dan itu tidak pernah terjadi. Dan [ada] kegagalan panen yang meluas.”

"Suhu global cukup terdampak bagi orang-orang yang mencoba menanam sesuatu dan memberi makan hewan sehingga memperhatikan efeknya.”

"Belum ada prakiraan bahwa Gunung Agung akan mengalami letusan sebesar Tambora."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas