Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bagaimana Kabar Etnis Rohingya Yang Mengungsi di Bangladesh?

Lebih dari 400 ribu orang Rohingya telah menyeberangi perbatasan dalam sebulan terakhir. Mereka tiba di Bangladesh setelah berjalan kaki tanpa makanan

zoom-in Bagaimana Kabar Etnis Rohingya Yang Mengungsi di Bangladesh?
Shakil Ahmed
Pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine menuju Bangladesh. 

TRIBUNNEWS.COM - Lebih dari 400 ribu orang Rohingya dari Myanmar telah menyeberangi perbatasan dalam sebulan terakhir. Mereka tiba di Bangladesh setelah berjalan kaki berhari-hari, tanpa makanan dan tempat berteduh.

Orang Rohingya, kelompok etnis minoritas dari negara bagian Rakhine Myanmar, meninggalkan negara itu karena komunitas mereka dibunuh dan rumah mereka dibakar.

Di Bangladesh, mereka tinggal di kamp-kamp penampungan sementara dan harus berjuang untuk mendapat kebutuhan dasar: air bersih, makanan dan tempat tinggal.

Bagaimana kisah lengkapnya? Berikut seperti dilansir oleh Program Asia Calling produksi Kantor Berita Radio (KBR).

Di pinggiran jalan, ada sebuah gubuk bertiang bambu dan ditutupi plastik. Di dalam ada selembar plastik lain yang dibentangkan di atas tanah berlumpur dan menjadi alas tidur. Di sinilah seorang anak laki-laki berusia 10 tahun tidur.

Jannatul, 25 tahun, tinggal di gubuk ini. Dia sedang berusaha menidurkan bayinya yang gemetaran dan terus menangis.

“Dua hari terakhir ini kami tidak punya makanan. Ayahnya pergi mengemis tapi pagi ini dia tidak dapat apa-apa. Anak laki-laki saya yang lebih besar tertidur setelah menangis. Tapi yang bayi ini tidak mau mengerti,” tutur Jannatul.

Berita Rekomendasi

Di kota perbatasan Bangladesh, Ukhia, ratusan ribu orang Rohingya tinggal di gubuk-gubuk plastik tanpa makanan yang cukup.

Rohingya, kelompok etnis minoritas yang tinggal di Negara Bagian Rakhine, berbondong-bondong masuk Bangladesh dalam sebulan terakhir.

Pada 25 Agustus, kelompok Tentara Pembebasan Rohingya Arakan menyerang sebuah pos polisi Myanmar dan membunuh 12 orang. Kemarahan pun merebak di penjuru negeri. Dan sebagai balasannya, tentara Myanmar menindak keras komunitas Rohingya dan berjanji akan memberantas terorisme.

Rumah Rohingya dibakar
Rumah Rohingya dibakar (AP)

Tapi ratusan ribu warga sipil ikut menjadi target, dimana telah terjadi pembunuhan massal dan pembakaran desa-desa.

Orang-orang Rohingya pun melarikan diri dari kekerasan yang terjadi tapi di Bangladesh, mereka masih harus berjuang untuk bertahan hidup. Mereka sangat membutuhkan air bersih, makanan dan tempat tinggal.

Beberapa LSM telah membuat pompa air kecil di pinggir jalan. Selain itu, banyak penggungsi lain menggunakan sungai kecil yang mengalir dari bukit. Di sana mereka mengambil air untuk minum, mandi dan buang air.

Juru bicara UNHCR, Vivian Tan, mengatakan situasinya sangat kritis. “Jumlahnya sangat besar. Orang-orang yang tinggal di kamp melonjak dua kali lipat dalam dua minggu terakhir sehingga fasilitas benar-benar kurang. Seperti persediaan air yang sangat kurang. Untuk tempat tinggal sementara, tidak ada lahan kosong di antara dua kamp saat ini,” jelas Vivian.

Hanya 70 ribu pengungsi yang bisa ditampung di kamp yang didukung UNHCR di Kutupalong. Yang diprioritaskan di sini adalah orang-orang tua dan yang sakit parah. Sisanya tinggal di daerah perbukitan seluas 20 kilometer persegi. Bantuan internasional pun belum sampai ke lapangan.

Hanya ada beberapa LSM yang membagikan bantuan; kebanyakan berupa beras, kentang, biskuit dan pakaian. Sebagian besar bantuan berasal dari kelompok relawan lokal. Ratusan orang datang dari seluruh penjuru Bangladesh untuk membagikan bantuan tapi mereka melakukannya tanpa koordinasi yang baik.

Di perbatasan, empat anak laki-laki sedang membagi-bagikan air kepada orang-orang Rohingya yang baru tiba di Bangladesh. Saya bertanya apa alasan mereka melakukan ini. ”Dari media dan media sosial, kami tahu situasi mereka. Sebagai sesama manusia dan Muslim, kami ingin membantu mereka sebisanya,” kata salah satu anak.

Bantuan sementara ini memang telah menyelamatkan ribuan nyawa tapi masih jauh dari sempurna.

Kamp pengungsian Rohingya di area perbukitan
Kamp pengungsian Rohingya di area perbukitan "Cox’s Bazar", Bangladesh. (youtube)

Di dekat sebuah kamp di kota Balukhali, sekelompok penduduk lokal membagi-bagikan biskuit dari truk dan para pengungsi pun berebutan mengambilnya.

Tapi Sokina yang berusia 70 tahun mengatakan tidak punya peluang untuk mendapat bantuan dengan cara seperti ini.

Ketujuh anggota keluarganya tewas di Mongdu di negara bagian Rakhine. Setelah berjalan kaki lima hari, dia berhasil tiba di sini dan bertemu dengan beberapa kerabat yang tinggal di sebuah gubuk plastik. Dengan putus asa, dia mengatakan belum makan berhari-hari.

Dari tanggal 19 September, pemerintah Bangladesh mulai membagikan makanan masak ke beberapa kamp. Dan juga telah mengalokasikan dua ribu hektar tanah baru untuk membangun 18 ribu rumah darurat untuk orang Rohingya. Meski ini baru 25 persen dari yang dibutuhkan.

Setelah lima hari berjalan kaki, Shorifun, 80 tahun, baru saja sampai di Bangladesh. Melihat kondisi di sini, dia berulang kali menepuk kepalanya dengan tangan. Dan berkata mengapa tidak ikut mati terbunuh bersama keluarganya.

Dia berhasil tiba di sini, tapi untuk bisa bertahan hidup dia masih harus berjuang.

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas