Kisah 'Cem-ceman' Fidel Castro Yang Disebut Selamatkan Dunia Dari Perang Dunia III
Rasa ketakutan agen CIA itu ternyata tidak beralasan. Keadaan Hilton masih sama kacaunya seperti waktu ia tinggal di situ.
Editor: Hendra Gunawan
Demikian cerita Marita yang kini menjadi isteri kepala rumah tangga sebuah kantor PBB di sungai Hudson, New York.
Hampir 15 tahun ia tutup mulut. Baru setelah kelalaian CIA dan penyelidikan intensif oleh harian New Yorl Daily News, ia mau berbicara.
Tugas yang dibebankan Fiorini kepada Marita tahun 1960 memang agak berat.
Waktu itu Marita baru berusia 19 tahun, mempunyai bekal pakaian seragam letnan dan bahasa Spanyolnya hanya patah-patah.
Sukur bawa souvenir
Ia tahu bahwa Castro masih tetap tinggal di tingkat ke 24 hotel Hilton. Namun ia juga tahu bahwa ia sudah mendiami sebuah villa di kota satelit Casa Cojimar.
Ke mana ia akan pergi. "Saya pikir barang yang berserakan di Hotel Hilton itu pasti sudah dibawa ke rumahnya yang baru. Saya tidak tahu mengapa, namun ketika saya meninggalkan Kuba ke New York tempo hari, saya membawa kunci kamar Fidel No 2406. Mungkin saya hanya ingin mempunyai souvenir, tetapi kunci itulah yang sekarang saya perlukan.
Di hotelnya Marita Lorenz mencat rambut yang coklat menjadi hitam pekat. Seragam letnan dikenakan dan kacamata plastik murah ditenggerkan di atas hidungnya.
Persis seperti juga yang dikenakan oleh penjaga-penjaga Castro. Lalu ia masuk Hilton.
"Banyak orang yang lalu lalang di gang, tetapi tidak ada yang memperhatikan ketika saya menuju ke lift. Saya kenal orang-orang dibagian resepsi dan mereka kenal kepada saya. Tetapi rupa-rupanya mereka mengira saya seorang pria seperti yang lain juga. Saya demikian takutnya sehingga tanpa sengaja saya memegang erat-erat sabuk saya di mana pistol tersembunyi. Pistol itu dibekalli dari Miami. Sebentar kemudian saya sudah dalam lift dan naik.
Rasa ketakutan agen CIA itu ternyata tidak beralasan. Keadaan Hilton masih sama kacaunya seperti waktu ia tinggal di situ.
Dan informasi dari CIA cocok. Castro sedang bepergian. Dan bersama dia semua pengawal pribadinya dan pembantunya yang tinggal di tingkat ke 24.
Marita mengeluarkan kuncinya dan memasukkannya ke pintu no 2408. Setelah di dalam dikunci lagi dua kali.
Kamar itu seperti baru ditinggalkan kemarin sore. Semua berserakan seperti biasanya dan tidak ada orang yang berani memberes-bereskan, karena takut akan membuang dokumen yang penting.
Saya tiba-tiba teringat bahwa Castro pernah mengatakan bahwa tidak ada orang yang boleh masuk ke kamarnya kalau dia tidak ada. Dulu tengkuk saya berdiri.
Bahkan kakaknya Raul sekalipun tidak boleh. Saya ambil saja apa yang bisa saya ambil dan saya sembunyikan di bawah pakaian seragam. Dengan hati-hati saya keluar dari Hilton dan menyembunyikan diri dalam hotel kecil saya."
Kedengarannya terlalu sederhana. Namun setelah diteliti rupanya Marita Lorenz tidak berbohong.
Ia melepaskan seragam Letnan Kubanya dan mengenakan pakaian yang murah. Dengan pesawat milik perusahaan penerbangan Kuba ia lalu terbang ke New York.
Ia tidak tahu persis kertas apa yang diambilnya dari lantai. Di lapangan terbang New York ia sudah menyerahkan seluruh berkas kertas-kertas yang tak keruan itu.
Beberapa hari tidak terjadi apa-apa. Kemudian Fiorini menilpon dia dan memberi tahu bahwa missinya berhasil: Hasilnya fantastis dan pemerintah Amerika bisa berterima kasih kepada anda.
Diantara dokumen-dokumen itu ada bagian peta dalam ukuran besar yang diberi bulatan-bulatan. Di sebelahnya ada komentar dalam salah satu bahasa Slavia.
Baru beberapa tahun kemudian Fiorini mengatakan bahwa peta dengan bulatan-bulatan itu merupakan rencana orisinil penempatan basis roket Soviet di Kuba.
Sketsa-sketsa itu dari tahun 1960. Dua tahun kemudian pekerjaan pembangunan selesai dan ketika Soviet mau mengantarkan roket-roket dalam kapal-kapal melintasi samudera Atlantik ke pulau Castro, krisis Kuba pecah.
Waktu itu Presiden John F. Kennedy mengambil risiko untuk mengultimatum Kruschev. Perang dunia III sudah di ambang pintu dan Kruschev menarik kembali kapal-kapalnya.
CIA kurang senang bahwa di pintu masuk Amerika ada seorang diktator komunis yang berkuasa. Karena itu dinas rahasia sudah sejak 1960 memikirkan a.l:
* Pembunuhan terhadap Castro.
* Peledakan sebuah kapal amunisi di pelabuhan Havanna.
* Perompakan sebuah kapal Russia di perairan Kuba.
* Penyelesaian rahasia dengan tokoh-tokoh Mafia yang kehilangan kasinonya karena Castro.
* Serangan udara terhadap pusat militer Kuba.
Juga dalam hal ini puteri nakhoda Jerman yang waktu itu berusia 19 tahun memegang peran.
"Frank Fiorini dan saya selalu memikirkan bagaimana bisa membunuh Castro. Kami mengambil keputusan untuk membomnya selama pidatonya yang panjang-panjang. Pesawat dan bom sudah tersedia. Pesawat naik, bom dijatuhkan, habis perkara. Mudah bukan. Namun kemudian ada sesuatu yang tidak cocok. Ide itu disingkirkan.”
Empat bulan lamanya Marita Lorenz yang menamakan dirinya Ilona Marita, hidup berdampingan dengan Fidel Castro.
Apakah ia bermaksud untuk membunuh Castro seperti yang diperintahkan oleh CIA? Ataukah ia membenci Castro karena urusan pribadi.
"Ia pernah memperkosa saya di atas salah sebuah meja rulet kasino Hilton di depan orang-orangnya. Peristiwa itu tidak bisa saya maafkan."
Puteri nakhoda itu rupanya memang suka diktator. Dari sebuah yayasan yang khusus didirikan untuknya, setiap bulan ia menerima seribu dollar untuk tunjangan bagi anak perempuannya dari hubungannya dengan bekas diktator Venezuela, Perez Jimenez.
Ketika ditanya mengenai hal itu ia menjadi kesal: "Itu urusan pribadi".
Dan Fidel Castro? "Itu saya lakukan demi negara saya." Marita Lorenz menjadi warga negara Amerika. (Quick no 19 — 1975). (K. Tatik Wardayati)
(Pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1975)
Arikel tayang di Intisari.grid.id: Marita Lorenz, Mata-mata Jerman yang Menjadi Pacar Castro