Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aktivis Protes Australia Boikot Perundingan Larangan Nuklir

Korea Utara meluncurkan 16 rudal nuklir tahun ini. Saat ini ancaman senjata nuklir nampaknya lebih nyata dari sebelumnya.

Editor: Content Writer
zoom-in Aktivis Protes Australia Boikot Perundingan Larangan Nuklir
Kelompok pengunjuk rasa menentang senjata nuklir di Sydney. (Foto: Jake Atienza) 

Korea Utara meluncurkan 16 rudal nuklir tahun ini. Meski Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berjanji menemukan solusi menyusul ketegangan Amerika Serikat dan Korea Utara, belum ada kemajuan sejauh ini.

Saat ini ancaman senjata nuklir nampaknya lebih nyata dari sebelumnya.

Di tengah ketegangan, beberapa negara mendorong sebuah perjanjian yang benar-benar akan melarang senjata nuklir. Saat ini sedang berlangsung pembicaraan soal ini di Markas Besar PBB di New York. Tapi tidak semua negara mendukung. 

Berikut kisah lengkapnya seperti dilansir dari Program Asia Calling produksi Kantor Berita Radio (KBR).

Ini pagi musim dingin yang cerah. Kelompok pengunjuk rasa yang kebanyakan perempuan berdiri melingkar di luar kantor Menteri Pertahanan Australia, Marise Payne. 

Mereka memegang spanduk merah besar. Bunyinya: Ban Nuclear Weapons atau Larang Senjata Nuklir.

Para pemrotes mendengarkan dengan seksama kesaksian tetua Aborigin, Rosemary Lester, soal mengerikannya dampak senjata nuklir. “Ayah saya langsung kehilangan satu matanya saat zat radiokatif tersebar. Lima tahun kemudian dia buta permanen,” kisahnya.

Berita Rekomendasi

Pada 1950an, Australia dan Inggris secara diam-diam melakukan uji coba senjata nuklir di sebuah gurun bernama Maralinga dan Emu Field. 

Saat militer meledakan bom nuklir, masyarakat Aborigin yang tinggal di sekitar gurun itu langsung merasakan efeknya yang mengerikan.

“Para ilmuwan salah memprediksi arah angin. Ketika mereka meledakkannya pagi itu, angin menerbangkan zat radioaktif sejauh 100 km melintasi Gurun dan menghantam pemukiman,” tutur Lester.

Akibatnya: banyak yang terpaksa meninggalkan rumah, menderita penyakit dan bahkan beberapa penduduk tewas.

Itu mengapa Rosemary dan ayahnya, Yami, mendedikasikan hidup mereka untuk melawan senjata nuklir.

Saat ini PBB sedang memimpin perundingan pelarangan senjata nuklir. Rosemary dan aktivis anti-nuklir lainnya pun mendukung penuh pembicaraan itu.

“Senjata nuklir mengancam kita setiap hari, terbiasa atau tidak,“ kata Gemma Romuld, dari Kampanye Internasional untuk Penghapuskan Senjata Nuklir atau ICAN.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas