Laporan Wartawan Tribun Timur Thamsil Thahir dari Australia

TRIBUNNEWS.COM, AUSTRALIA - Ketidaktahuanlah yang membuat negara dan siapa saja menakuti terorisme.

Teroris ditakuti bukan karena skala serangan belaka, melainkan karena kita adalah calon korban.

Kita tak tahu kapan dan dimana teroris beraksi.

Bahkan, pelaku dan perencana serangan teror ada di sekeliling kita.

Tragisnya, bukan hanya bisa jadi korban, kerabat, sahabat, bahkan anak kita berpotensi menjadi pelaku!

Skala ketakutan itu kian membesar, justru karena teroris tak lagi bekerja secara offline.

Kini cara kerja mereka, seperti kala kita mengunduh foto, video, atau pesan tertulis melalui akun media sosial kita.

Hebatnya, cara kerja itu; cepat, rapat, dan setiap saat.

“Coba negara mana sekarang yang tidak takut dengan teroris. Amerika, Inggris, Perancis, dan kita, juga sudah hampir dua dekade menangkal terorism,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dalam jumpa pers di Hotel Four Season, CBD Sydney, sebelum mendampingi lawatan diplomasi Presiden Jokowi ke Wellington, New Zealand, Minggu (18/3/2018).

Penanggulangan terorisme memang menjadi satu dari isu utama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Khusus ASEAN-Australia, sejak Kamis (15/3) hingga Minggu (19/3/2018).

Sebanyak 10 pucuk pemimpin negara ASEAN plus Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, 11 menteri pertahanan dan menteri luar negeri, menekan nota kesepahaman penanggulangan teroris global.

Ketakutan serupa juga menghantui Australia. Perdana Menteri Malcolm Turnbull, menegaskan “cara penanggulangan” teroris kini tak cukup dengan menyiapkan pasukan antiteroris, dan memperbaharui teknologi persenjataannya.

“Perangkat aturan offline kita bahkan bisa jadi sudah ketinggalan jaman. Harus ada hukum online untuk melawan dan menangkal mereka (teroris),” ujar Turnbull dalam jumpa pers di hari terakhir KTT di International Convention Center (ICC) Sydney.