Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Isu Senjata Kimia, Rusia Bawa Belasan Warga Suriah Ke Konferensi Di Den Haag untuk Beri Kesaksian

Hal itu dilakukan untuk mendukung klaim mereka bahwa serangan gas kimia di Douma pada awal bulan ini, merupakan rencana yang telah diatur pihak lawan

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Isu Senjata Kimia, Rusia Bawa Belasan Warga Suriah Ke Konferensi Di Den Haag untuk Beri Kesaksian
Sky News
Hassan Diab setelah serangan (kiri), dan saat menghadiri konferesi OPCW di Den Haag, Belanda (kanan) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, DEN HAAG - Para pejabat Rusia telah membawa lebih dari 12 warga Suriah ke markas besar pengawas senjata kimia global, termasuk diantaranya adalah anak-anak.

Hal itu dilakukan untuk mendukung klaim mereka bahwa serangan gas kimia di Douma pada awal bulan ini, merupakan rencana yang telah diatur pihak lawan.

Rusia masih membantah telah melakukan serangan gas yang ditudingkan negara-negara Barat padanya.

Dikutip dari laman Al Jazeera, Jumat (27/4/2018), Amerika Serikat (AS), Inggris, Perancis dan sekutu memboikot acara yang digelar Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia di Den haag, Belanda, pada Kamis lalu, yang menghadirkan belasan warga Suriah itu.

AS dan sekutunya mencap acara tersebut sebagai latihan untuk melakukan propaganda.

Orang-orang Suriah itu diterbangkan ke Eropa, untuk menceritakan kisah mereka di OPCW, dan kemudian diantarkan menuju sebuah ruangan yang telah dipadati oleh awak media di hotel yang dekat dengan markas tersebut.

BERITA TERKAIT

Rusia mengatakan, pernyataan yang disampaikan belasan warga Suriah itu membuktikan bahwa serangan kimia yang dituduhkan Barat pada 7 April lalu 'telah sengaja dipentaskan'.

Sementara itu, para ahli dari OPCW saat ini tengah berada di Suriah untuk menyelidiki dugaan serangan gas klorin atau sarin di Douma.

Para relawan penyelamat dan petugas medis pun menyampaikan serangan kimia tersebut telah menewaskan puluhan orang.

Penyelidikan itu dilakukan setelah video serangan gas kimia muncul dan akhirnya mendorong serangan Barat terhadap instalasi militer Suriah.

Namun di sisi lain, Suriah dan Rusia menuduh para sukarelawan yang beroperasi di wilayah yang dikuasai pemberontak Suriah, yang dikenal sebagai 'The White Helmets' sengaja 'mementaskan' rekaman itu.

Dalam salah satu video, seorang anak yang diketahui bernama Hassan Diab, terlihat tengah mendapatkan serangan dan tubuhnya menggigil.

Dalam konferensi pers yang digelar di Den Haag, Diab mengatakan bahwa ia tidak tahu mengapa orang mulai menuangkan air untuknya saat berada di rumah sakit.

"Kami berada di ruang bawah tanah, (saat itu) kami mendengar banyak tangisan di jalanan sehingga kami memutuskan bahwa kami harus mengungsi ke rumah sakit, (karena) kami ketakutan," kata Diab.

Ia berada diantara belasan orang yang menjadi korban serangan tersebut.

Baik dokter maupun pekerja rumah sakit, semuanya menceritakan kisah yang sama, bahwa seseorang telah meneriakkan 'senjata kimia', saat staf rumah sakit tengah merawat orang-orang yang terluka akibat serangan misil, kepanikan pun akhirnya menyebar.

"Orang-orang yang tidak dikenal mulai menciptakan kekacauan, dan menuangkan air untuk orang-orang yang ada di sana, kami ini dokter spesialis dan kami bisa melihat bahwa tidak ada gejala penggunaan senjata kimia," kata Dokter Khalil, yang mengatakan saat itu ia tengah bertugas di unit perawatan darurat.

Ia mengatakan, 'pasien dengan gejala tersedak' mulai memadati rumah sakit itu sekira pukul 19.00 waktu setempat.

Namun gejala tersebut menurutnya merupakan hasil dari terhirupnya asap atau debu dari serangan misil, bukan serangan kimia.

Semua orang kemudian mendapatkan perawatan dan akhirnya diperbolehkan pulang, kata Khalil, hal itu sekaligus membantah laporan dari Masyarakat Medis Suriah (SAMS) dan White Helmets yang secara bersamaan mengatakan puluhan orang telah tewas akibat serangan kimia.

"Setelah apa yang disampaikan hari ini, tidak ada seorang pun yang berani untuk kembali menyebarkan berita palsu dan melancarkan perang informasi," kata Duta Besar Rusai Alexander Shulgin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas