PM Malaysia Minta Bantuan China untuk Menyelamatkan Negaranya yang Nyaris Bangkrut
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad meminta pemimpin tertinggi China untuk membantu masalah fiskal yang membelit negaranya.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, MALAYSIA - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad meminta pemimpin tertinggi China untuk membantu masalah fiskal yang membelit negaranya.
Melansir AFP pada Senin (20/8/2018), dia berusaha untuk merevisi proyek-proyek yang mendapat dukungan besar pemerintah China, yang disepakati pada rezim mantan perdana menteri Najib Razak.
"Saya yakin China akan melihat dengan simpatik terhadap masalah yang harus kami selesaikan," katanya.
"Mungkin (China) dapat membantu kami dalam menyelesaikan masalah fiskal internal kami," imbuhnya.
Sebelumnya, Mahathir sempat melontarkan serangkaian kritikan terhadap kesepakatan kerja sama dengan perusahaan asal China yang dibuat pada era pemerintahan Najib.
Dia telah menangguhkan sejumlah proyek dengan China senilai lebih dari 22 miliar dollar AS (Rp320,9 triliun), termasuk proyek kereta api.
Namun, pria berusia 93 tahun itu berjanji untuk meninjau lagi kesepakatan yang dinilai tidak adil itu dalam kunjungan lima harinya di China.
Selama konferensi pers bersama Perdana Menteri China Li Keqiang di Balai Agung Rakyat, Beijing,
Mahathir menyampaikan terima kasih kepada China karena menyetujui peningkatan impor produk pertanian khusus, seperti durian.
Pekan lalu, dia menyebutkan pentingnya bagi negara untuk memperbaiki kesepakatan dengan China agar dapat menghemat anggaran.
Seperti diketahui, Mahathir sedang berusaha untuk mengurangi utang nasional yang melonjak menjadi 1 triliun ringgit atau sekitar Rp 3.500 triliun.
Pada Sabtu (18/8/2018), Mahathri bertemu dengan pendiri Alibaba, Jack Ma, di kota Hangzhou.
Dia juga menyaksikan penandatanganan perjanjian kerja sama antara perusahaan otomotif China, Geely, dan produsen mobil asal Malaysia, Proton.
Hubungan bilateral kedua negara memang hangat dalam era pemerintahan Malaysia sebelumnya.
Namun, kritikus menilai kerap terjadi kurangnya transparasi dalam hal suku bunga pinjaman. (Veronika Yasinta)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.