Miris, Demi Selembar Pembalut Perempuan di Kenya Harus Jual Diri
Sebanyak 10 persen remaja putri mengaku melakukan seks transaksional untuk pembalut di Kenya barat
Editor: Eko Sutriyanto
Dia sedang mengikuti pelajaran olahraga di sekolah dan temannya melihat ada darah di pahanya.
Judy yang baru pertama kali melihatnya bingung dan tak tahu harus berbuat apa.
Kemudian temannya, Mary meminta izin ke guru olahraganya untuk membawa Judy pulang karena tak enak badan.
Ternyata Mary telah mengatur pertemuannya dengan 2 pengemudi boda-boda dan memintanya untuk membelikan pembalut serta celana baru.
Judy segera mengenakan pembalut tersebut dan membawa beberapa sisanya untuk digunakan di rumah.
Mary meminta Judy untuk tidak memberitahu hal ini kepada orangtuanya serta mengingatkan Judy untuk berterima kasih kepada pengemudi boda-boda tersebut.
Mary mendesak Judy untuk menerima niat baik pengemudi boda-boda yang bersedia menyediakan pembalut setiap bulan.
Bahkan pengemudi boda-boda itu juga membelikan Judy telepon supaya bisa segera memberitahu jika ada masalah.
Jatuh ke dalam perangkap pengemudi boda-boda untuk berhubungan seks, Judy akhirnya hamil pada 2016 dan melahirkan bayi laki-laki pada 2017 lalu.
Judy menyesal hanya karena pembalut, dia rela melakukan hubungan seks.
Namun kini Judy kembali ke bangku sekolah berkat bimbingan dan konseling dari seorang guru.
Kemiskinan adalah masalah yang tersebar luas di Kenya, UNICEF menemukan 7% perempuan dan anak perempuan yang mereka survei menggunakan kain lama, potongan selimut, bulu ayam, lumpur dan koran, 46% menggunakan pembalut sekali pakai dan 6% menggunakan pembalut yang dapat digunakan kembali.
Bahkan ada yang sampai menggali tanah dan duduk disana berhari-hari selama periode menstruasi.
Selain itu, 76% perempuan dan anak perempuan kesulitan mendapatkan fasilitas air dan sanitasi yang memadai untuk menstruasi.