Arab Saudi dan Uni Emirat Arab Serukan Perubahan Rezim di Iran
Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi dan Duta Besar Uni Emirat Arab (UEA) melakukan kunjungan kerja ke Washington, Amerika Serikat (AS).
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi dan Duta Besar Uni Emirat Arab (UEA) melakukan kunjungan kerja ke Washington, Amerika Serikat (AS).
Tidak hanya mereka yang menyambangi Washington, Direktur Mossad yang merupakan agen mata-mata Israel pun turut bergabung untuk mendorong perubahan terhadap rezim di Iran.
Melakukan perbincangan dengan Penasehat Keamanan Nasional AS John Bolton dan Menlu AS Mike Pompeo, Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir menyerukan dilakukannya penggulingan pemerintahan negara yang dipimpin oleh Presiden Hassan Rouhani itu.
Dikutip dari laman Al Jazeera, Kamis (27/9/2018), Al-Jubeir kemudian mengatakan Republik Islam tidak mungkin berubah atas kemauannya sendiri.
Baca: Presiden Bolivia Tampar Trump Melalui Kritikan Tajamnya Saat Pidato di Dewan Keamanan PBB
Dia butuh dukungan dari para sekutu untuk bisa memuluskan rencana tersebut.
"Kecuali tekanan internalnya sangat kuat, tapi saya tidak percaya mereka akan terbuka," kata al-Jubeir dalam konferensi Persatuan Nuklir Iran (UANI) di New York City, yang dihadiri pula oleh negara-negara yang menentang kesepakatan nuklir 2015 dengan Iran.
"Bagaimana kita bisa bernegosiasi dengan negara yang ingin membunuh kita ?," tegas al-Jubeir dalam pernyataan yang ditampilkan dalam surat kabar UEA, The National.
Para pejabat Arab Saudi dan UEA pun menyambut keputusan Amerika Serikat (AS) untuk membatalkan kesepakatan Iran 2015 yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
Dalam JCPOA, Iran telah setuju untuk mengekang program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi.
Namun Duta Besar UEA untuk AS Yousef al-Otaiba mengatakan bahwa tekanan eksternal diperlukan dan akan menjadi kunci dalam mengubah arah kepemimpinan Iran.
"Saya pikir setiap kalibrasi ulang kebijakan luar negeri Iran, akan datang dari kebijakan eksternal," papar Otaiba.
Ia menekankan, pengisolasian Iran harus didukung pula oleh kekuatan Eropa, negara-negara Asia dan AS.
"Jika misil diluncurkan di Arab Saudi dan UEA, apa yang akan terjadi dan bagaimana kita bisa bertahan?,".
"Saya menanyakan itu secara hipotesis, namun itu tidak benar-benar hipotesis ya, negara-negara Teluk, Israel, dan negara yang bertetangga dengan Iran adalah mereka yang beresiko langsung jika terjadi serangan tersebut.