Kisah Atlet Paralayang Singapura: Saya Hanya Beruntung Karena Berada di Luar Hotel
Saat itu, Mr Ng baru saja meninggalkan Hotel Mercure Hotel dimana ia tinggal, ketika tiba-tiba bumi mulai berguncang cukup keras.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Atlet paralayang Singapura terjebak di tengah bencana gempa dan tsunami yang melanda pulau Sulawesi, pada Jumat (28/9/2018), saat melakukan perjalanan ke Indonesia.
Ng Kok Choong, seorang pensiunan berusia 53 tahun ambil bagian dalam kompetisi paralayang di Palu.
Saat itu, Mr Ng baru saja meninggalkan Hotel Mercure Hotel dimana ia tinggal, ketika tiba-tiba bumi mulai berguncang cukup keras.
"Saya langsung terjatuh ke tanah dan bahkan saya tidak bisa duduk untuk menstabilkan diri. Aku berguling-guling di sekitar dan aku bisa melihat dokar juga jatuh ke tanah, " kisah kata Mr Ng sebagaimana ia menggambarkan saat-saat awal gempa bumi yang telah merenggut nyawa setidaknya 832 orang tewas.
"Saya melihat hotel bergoyang seperti agar-agar, ada debu di sekitarnya dan saat itu terjadi, hotel runtuh," tutur Mr Ng yang saat itu bersa,a temannya Francois hanya berada 50m dari Hotel Mercure ketika bangunan itu rusak parah.
Mr Ng baru menyadari gempa bumi baru saja melanda. Ia melihat hotel menjadi rusak parah.
"Saya Mengira Dia Sekarat"
Sejurus kemudian ia melarikan diri dari akan datangnya gelombang tsunami.
Mereka berdua berlari sekencangnya untuk mencari dataran tinggi dan akhirnya mereka kembali melihat Hotel Mercure.
Saat itu mereka menemui seorang gadis kecil dan ibu-ibu terjebak di bawah puing-puing dari hotel.
"Mereka menangis dan kami berlari menghampiri mereka dan mencoba untuk menarik guna membantu mereka keluar. Kami berhasil mengeluarkan gadis kecil, tapi ibunya masih terjebak," kenang Mr Ng, menambahkan bahwa ia bisa melihat tsunami cepat mendekat.
"Temanku membawa gadis kecil itu dan berlari ke arah yang berlawanan dengan tsunami. Ia berlari ke sebuah pohon dengan gadis dan ayah gadis itu," katanya.
Pada waktu itu, ia menggambarkan seluruh situasi sebagai "ketakutan dan keriuhan", dengan angin melolong, gelombang memecah dan bangunan terguncang.